Kisah Pemburu Puluhan Triliun Uang Jarahan Mantan Pemimpin Nigeria

SiswantoBBC Suara.Com
Jum'at, 29 Januari 2021 | 12:36 WIB
Kisah Pemburu Puluhan Triliun Uang Jarahan Mantan Pemimpin Nigeria
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketika Sani Abacha meninggal dunia, mantan kepala negara Nigeria itu meninggalkan uang jarahan sebanyak puluhan triliun rupiah di sejumlah wilayah.

Hal ini memicu perburuan harta selama beberapa dua dekade. Pria yang dipekerjakan untuk mengembalikan uang itu ke Nigeria bercerita kepada wartawan BBC, Clare Spencer, mengenai upayanya.

Pada September 1999, pengacara asal Swiss bernama Enrico Monfrini menjawab panggilan telepon yang akan mengubah perjalanan hidupnya selama 20 tahun ke depan.

"Dia menelepon saya tengah malam dan bertanya apakah saya bisa datang ke hotel tempatnya menginap. Dia mengatakan ada sesuatu yang penting. Saya berkata: 'Ini sudah larut malam, tapi OK'."

Baca Juga: Dikira Berhantu, Pria Ini Temukan Harta Karun dalam Tembok Rumah Kuno

Lawan bicaranya ternyata adalah seorang petinggi pemerintah Nigeria.

'Bisakah Anda menemukan uang itu?'

Monfrini mengatakan pejabat tersebut sengaja dikirim ke Jenewa oleh presiden Nigeria saat itu, Olusegun Obasanjo, untuk merekrutnya. Obasanjo ingin agar Monfrini mendapatkan kembali uang yang dicuri Abacha, pemimpin Nigeria dari 1993 sampai tutup usia pada 1998.

Sebagai pengacara, Monfrini punya sejumlah klien di Nigeria sejak 1980-an. Klien-kliennya itu berbisnis kopi, kakao, dan komoditas lainnya.

Dia curiga klien-kliennya tersebut yang merekomendasikan namanya kepada pemerintah.

"Dia [pejabat Nigeria] bertanya: 'Bisakah Anda menemukan uang itu dan bisakah Anda memblokir uang itu? Dapatkah Anda mengatur agar uang tersebut dikembalikan ke Nigeria?'

Baca Juga: Warga Temukan Harta Karun di Sungai Citepus Bandung

"Saya berkata: 'Ya'. Padahal saya tidak tahu banyak soal tersebut pada saat itu. Saya harus belajar dengan cepat, dan saya melakukannya."

Pada langkah awal, kepolisian Nigeria menyerahkan rincian beberapa rekening bank Swiss yang sudah ditutup. Rekening-rekening tersebut tampaknya menyimpan uang yang dicuri Abacha dan kroni-kroninya, tulis Monfrini dalam buku bertajuk Recovering Stolen Assets.

Menurutnya, investigasi awal yang dirilis kepolisian pada November 1998 menemukan bahwa lebih dari US$1,5 miliar (Rp21,2 triliun) dicuri Abacha dan kroni-kroninya.

'Uang dollar satu truk'

Salah satu metode yang digunakan untuk menimbun uang sedemikian banyak tergolong blak-blakan.

Abacha menyuruh seorang penasihat meminta uang untuk masalah keamanan yang tak jelas.

Dia kemudian menandatangani surat permintaan itu, yang kemudian dibawa penasihat tersebut ke bank sentral. Sang penasihat lantas membawa uang tersebut kepada Abacha, sering kali berbentuk tunai.

Oleh sang penasihat, sebagian besar uang diantarkan ke rumah Abacha.

Sebagian uang dalam wujud dollar dibawa sebanyak "satu truk penuh", tulis Monfrini.

Ini hanyalah salah satu cara Abacha dan kroni-kroninya mencuri uang dalam jumlah banyak. Metode lainnya beragam, seperti memberi proyek negara kepada teman-temannya dengan nilai uang yang sudah dimark-up dan mengantongi selisihnya.

Ada pula metode meminta perusahaan-perusahaan asing membayar upeti untuk beroperasi di Nigeria.


Situasi ini berlangsung selama sekitar tiga tahun sampai semuanya berubah ketika Abacha tiba-tiba meninggal dalam usia 54 tahun, pada 8 Juni 1998.

Tidak jelas apakah dia mengalami serangan jantung atau diracuni karena tidak ada autopsi, kata dokter pribadinya kepada BBC.

Abacha meninggal sebelum menghabiskan uang triliunan yang dia curi. Sejumlah rincian dari beberapa bank belakangan menjadi petunjuk di mana uang tersebut disimpan.

"Dokumen-dokumen yang memperlihatkan riwayat beberapa rekening memberikan saya petunjuk ke rekening-rekening lain," ujar Monfrini.

Berbekal informasi ini, Monfrini menghadap jaksa agung Swiss.

Monfrini berargumen bahwa keluarga Abacha dan kroni-kroninya telah membentuk organisasi kriminal.

Argumen ini ternyata menjadi kunci yang membuka beragam opsi bagi aparat untuk menangani rekening-rekening bank tersebut.


Siapa Sani Abacha?

  • Bergabung dengan militer Nigeria dalam perang sipil
  • Tokoh kunci dalam dua kudeta, kemudian menjadi menteri pertahanan pada Agustus 1993
  • Menjadi kepala negara setelah melakukan kudeta militer pada November 1993
  • Pemerintahannya dituduh melakukan berbagai pelanggaran HAM
  • Keanggotaan Nigeria dalam Persemakmuran dibekukan setelah mengeksekusi sembilan pegiat HAM pada 1995
  • Meninggal tiba-tiba pada 8 Juni 1998, dalam usia 54 tahun
  • Ayah dari 10 anak

Jaksa agung Swiss lantas merilis surat permintaan kepada semua bank di Swiss untuk membuka informasi mengenai keberadaan semua rekening yang dibuat atas nama Abacha serta nama-nama aliasnya.

"Dalam 48 jam, sebanyak 95 % dari semua bank dan institusi keuangan lainnya mengumumkan keberadaan rekening-rekening yang sepertinya milik keluarga Abacha."

Hal ini membuka jaringan rekening bank di seluruh dunia.

"Bank-bank itu menyampaikan dokumen-dokumen kepada jaksa di Jenewa dan saya akan melakukan tugas jaksa karena dia tidak punya waktu melakoninya," kata Monfrini kepada BBC.

'Rekening-rekening bank banyak bicara'

"Di setiap rekening kami bisa menemukan dari mana uang berasal dan/atau ke mana uang mengalir.

"Penampakan uang masuk dan uang keluar dari rekening-rekening bank ini memberikan informasi tambahan mengenai uang yang diterima dari suatu negara dan dikirim ke negara lain.

"Sehingga kejadiannya seperti bola salju. Awalnya hanya beberapa rekening, lalu jumlah rekeningnya bertambah banyak, dan menciptakan efek bola salju yang mengindikasikan adanya operasi besar internasional.

"Rekening-rekening bank dan dokumen-dokumen yang menyertainya banyak bicara.

"Kami punya begitu banyak bukti bahwa uang dikirim ke sini dan ke sana. Bahama, Nassau, Kepulauan Cayman—Anda sebutkan saja."

Besaran jaringan yang dibangun Abacha membuat pekerjaan Monfrini menumpuk.

"Tiada seorang pun yang bisa memahami betapa banyaknya pekerjaan dari ini semua. Saya harus membayar begitu banyak orang, begitu banyak akuntan, dan begitu banyak pengacara dari berbagai negara."

Monfrini menyepakati komisi sebesar 4% dari uang yang berhasil dikembalikan ke Nigeria. Dia berkeras persentase itu relatif "sangat murah".

Menemukan keberadaan uang curian Abacha ternyata cukup cepat jika dibandingkan dengan mengembalikannya ke Nigeria.

"Keluarga Abacha melawan seperti anjing-anjing. Mereka menggugat semua yang kita lakukan. Hal ini menunda proses untuk waktu yang lama."

Penundaan bertambah lama ketika politisi Swiss berargumen bahwa uang tersebut hanya akan dicuri lagi jika dikembalikan ke Nigeria.

Sebagian uang akhirnya didatangkan dari Swiss setelah lima tahun.

Pada 2008 Monfrini menulis, uang sebanyak US$508 juta (Rp7,2 triliun) yang ditemukan di sejumlah rekening bank Swiss milik keluarga Abacha dikirim ke Nigeria antara 2005 dan 2007.

Pada 2018, jumlah uang yang dikembalikan Swiss ke Nigeria mencapai lebih dari US$1 miliar (Rp14,2 triliun).

Negara lain lebih lambat mengembalikan uang.

"Liechtenstein, misalnya, seperti bencana. Mimpi buruk saat itu."

Pada Juni 2014, Liechtenstein mengirimkan uang US$277 juta (Rp3,9 triliun) ke Nigeria.

Enam tahun kemudian, tepatnya pada Mei 2020, US$308 juta (4,3 triliun) dari rekening-rekening di Pulau Jersey juga dikembalikan ke Nigeria. Itu terjadi setelah pemerintah Nigeria sepakat uang tersebut akan dipakai mendanai pembangunan Jembatan Niger Kedua, jalan tol Lagos-Ibadan, dan jalan Abuja-Kano.

Beberapa negara lainnya belum mengembalikan uang jarahan Abacha.

Monfrini mengaku masih menantikan US$30 juta (Rp423 miliar) dikembalikan dari Inggris, US$144 juta (Rp2,03 triliun) di Prancis, dan US$18 juta (Rp254 miliar) di Pulau Jersey.

Itu sisanya, "tapi Anda tidak akan tahu"," ujarnya.

Secara keseluruhan, Monfrini mengaku upayanya telah mengembalikan US$2,4 miliar (Rp33,9 triliun) ke Nigeria.

"Awalnya orang-orang berkata Abacha mencuri setidaknya US$4-US$5 miliar. Saya tidak percaya. Saya meyakini kurang lebih kami mengambil sebagian besar apa yang mereka sempat miliki."

Dia mendengar rumor bahwa keluarga Abacha tidak lagi terlalu kaya.

Atau, dia mengibaratkan, "Mereka tidak berenang dalam uang seperti yang mereka lakukan di masa lalu".

Menengok ke belakang, Monfrini tampak puas atas hasil kerjanya.

"Saat saya berbincang dengan anak saya yang banyak tentang kasus ini, saya beritahu ke mereka bawa saya menemukan uang tersebut dan saya memblokir uang tersebut. Saya membujuk aparat untuk mengejar orang-orang ini dan mengembalikan uang kepada negara demi kebaikan rakyat Nigeria."

"Kami telah merampungkan tugas".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI