Suara.com - Pemerintah Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, tetap menggelar hukuman cambuk terhadap pasangan gay, Kamis (28/1/2021), di hadapan kerumunan orang, sehingga dikhawatirkan terjadi penyebaran virus covid-19.
Digelar di Taman Bustanussalathin, ada enam orang terpidana, dua di antaranya adalah pasangan gay, yang menjalani hukuman cambuk.
Pencambukan ini disaksikan sekitar 100 orang yang sebagian besar mengenakan masker, namun seperti dilaporkan wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Hidayatullah, mereka berdiri berdekatan.
- Covid-19: Klaster penularan lokal pertama di Aceh menimpa sebuah keluarga, 13 orang positif virus corona
- Virus corona: Salat tarawih berjemaah dan hukuman cambuk di Aceh tetap berlangsung, 'transmisi lokal hanya masalah waktu'
Ikatan Dokter Indonesia wilayah Aceh mengkhawatirkan kerumunan di acara hukuman cambuk ini akan menyebabkan terjadinya penyebaran Covid-19.
Baca Juga: RUU Larangan Minol Kembali Dibahas DPR, FPI Minta Hukuman Cambuk
"Ada tren yang semakin meningkat (penyebaran Covid-19) di Aceh, walaupun belum seperti kasus pada bulan Oktober-November yang mencapai puncak tinggi sekali," kata Ketua IDI Aceh Safrizal, Kamis (28/1).
Sampai Rabu (27/1), data resmi pemerintah menyebutkan, kasus positif covid-19 yang terkonfirmasi di Aceh dilaporkan ada 9.163, sementara yang dirawat 1.176. Adapun yang meninggal 377 orang dan dilaporkan sembuh 7.610.
Kegiatan berkerumun masih tetap ada
Angka penularan kasus positif di Indonesia sampai Kamis (28/1) mencapai 1,037 juta, dan pasien meninggal 29.331 dan sembuh 842.122.
Safrizal mengkhawatirkan akan ada lonjakan kasus Covid-19 di Aceh, karena "masih terus berlangsung kegiatan-kegiatan yang menimbulkan keramaian."
"Seperti kegiatan pesta pernikahan, pemberlakuan sekolah tatap muka, keramaian di warung kopi, dan prosesi cambuk di tempat umum," katanya kepada Hidayatullah.
Baca Juga: Tak Cuma di Aceh, Singapura Juga Terapkan Hukuman Cambuk
Itulah sebabnya, dia mengaku khawatir akan "ada lonjakan kasus covid-19 di Aceh"seperti di Pulau Jawa.
"Rumah sakit mulai penuh dan pasien bertumpuk dan pelayanan tidak maksimal," ujarnya.
Saat ini, menurutnya, yang terpenting adalah upaya pencegahan, dan bukan upaya pengobatan. "Yaitu mengurangi kegiatan yang menimbulkan kerumunan," tambah Safrizal.
Dia memprediksi Aceh akan mengalami ledakan kasus sampai dua kali lipat pada gelombang kedua Covid-19.
"Kita melihat saja peta pandemi, di mana ada gelombang pertama, kemudian turun rata atau flat, tapi kemudian muncul gelombang kedua yang jauh lebih besar daripada gelombang pertama.
"Saya melihat ada trend seperti itu di Pulau Jawa dan saya khawatir itu akan terjadi di Aceh," katanya.
Apa urgensi hukuman cambuk sehingga harus digelar saat pandemi?
Pemerintah Kota Banda Aceh mengaku pihaknya tetap melaksanakan hukuman cambuk, karena sudah ada putusan dari Mahkamah Syariah.
Cambuk perdana yang dilakukan pada awal tahun 2021 ini, bukan kali pertama yang dilakukan pada masa pandemi Covid-19, sebelumnya pada tahun lalu, cambuk juga tetap dilaksanakan usai putusan dari Mahkamah Syariat.
Plt Kasatpol PP dan WH Kota Banda Aceh Heru Triwijanarko mengatakan eksekusi hukuman cambuk untuk pelanggar syariat Islam harus tetap dilaksanakan, karena telah adanya keputusan hukum tetap (inkrah).
"Karena itu sudah inkrah, jadi tetap kita lakukan dan protokol kesehatan tetap kita jaga. Cuma itulah, tadi saya lihat rekan-rekan berdempetan sekali," kata Heru Triwijanarko.
Dia mengakui pelaksanaan hukuman cambuk ini didatangi "banyak orang yang datang ketempat dan tidak saling menjaga jarak."
"Namun cambuk harus tetap dilaksanakan sesuai putusan," kata dia.
Siapa saja yang dicambuk?
Dalam hukuman cambuk Kamis (28/1), pasang gay MU(27) dan AL(29) dicambuk sebanyak 77 kali, setelah sebelumnya terbukti melakukan hubungan seksual di salah satu rumah kos di Kota Banda Aceh, November 2020.
Hukuman cambuk sebanyak 80 kali terhadap pasangan gay ini merupakan kasus ketiga setelah sebelumnya digelar pada 2017 dan 2018.
Saat MU dicambuk dengan sebatang rotan, ibunya menangis, sebelum terjatuh dan akhirnya dipapah oleh petugas.
Menurutnya, anaknya menjadi korban fitnah. "Anak saya tidak macam-macam, dia tiga tahun di pesantren montasik setelah tamat dari Sekolah Dasar," kata ibunya kepada Hidayatullah.
Dia mengaku datang dari Kabupaten Aceh Barat untuk menjemput anaknya setelah eksekusi cambuk.
"Dia anak yang baik, dia sering membantu saya berjualan, dan sering mengirimkan saya uang."
Kepada ibunya, MU mengaku, bahwa dia merantau ke Banda Aceh untuk membantu perekonomian keluarga, dengan mengirimkan gaji bulanannya ke kampung.
Selain pasangan gay, mereka yang dihukum cambuk pada Kamis, di antaranya adalah pasangan pelanggar ikhtilat (bercampur laki-laki dan perempuan). Mereka masing-masing sebanyak 20 kali cambukan.
Lainnya adalah dua pria pelanggar khamar (minum air keras hingga mabuk) yang dicambuk 40 kali.