KPK Usut Eks Menteri Edhy Prabowo Beli Tanah Pakai Uang Suap Lobster

Jum'at, 29 Januari 2021 | 11:35 WIB
KPK Usut Eks Menteri Edhy Prabowo Beli Tanah Pakai Uang Suap Lobster
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/12/2020). [Antara/Hafidz Mubarak A/rwa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membeli sejumlah bidang tanah memakai uang hasil suap izin ekspor benih lobster.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, soal dugaan Edhy Prabowo membeli tanah dari hasil suap didalami penyidik KPK lewat pemeriksaan terhadap saksi bernama Makmun Saleh. 

"Saksi Makmun Saleh didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan transaksi pembelian tanah oleh tersangka EP (Edhy Prabowo). Didalami juga terkait pengetahuan saksi mengenai dugaan sumber uang untuk pembelian tanah tersebut dari para ekspoktir benur yang mendapatkan persetujuan izin ekspor dari tim khusus yang dibentuk oleh tersangka Edhy," kata Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (29/1/2021).

Selain Makmun, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua pihak swasta bernama Viza Irfa Islami dan Yanni Kainama untuk mengorek asal-usul uang pembelian aset tanah yang dilakukan Edhy. Namun, dua saksi itu tak menghadiri pemeriksaan tanpa memberikan keterangan alias mangkir. 

Baca Juga: Keluarga Ungkap soal Kematian Deden Deni, Saksi Kunci Kasus Edhy Prabowo

"Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Tim Penyidik akan melakukan pemanggilan ulang kembali," ucap Ali.

Terkait kasus ini, Ali memperingatkan agar para saksi yang dipanggil bisa kooperatif kepada penyidik KPK.

"KPK kembali mengingatkan kepada siapa pun yang dipanggil sebagai saksi untuk bersikap kooperatif memenuhi kewajiban hukum," tutup Ali.

Sebelumnya, KPK telah memberikan sinyal akan menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada Edhy Prabowo setelah menjadi tersangka kasus suap izin impor benur. Dalam kasus itu, Edhy telah ditetapkan bersama enam orang lainnya. 

KPK masih mengumpulkan bukti-bukti untuk menentukan apakah penerapan pasal TPPU bisa diterapkan kepada Edhy Prabowo atau tidak. 

Baca Juga: Saksi Kasus Edhy Prabowo yang Pernah Diperiksa Meninggal, Begini Reaksi KPK

Ali mengungkapkan penyidik tentunya akan mengumpulkan sejumlah bukti-bukti terlebih dahulu

"Tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan tindak pidana lain dalam hal ini TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) sepanjang berdasarkan fakta yang ada dapat disimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup," ungkap Ali, Kamis (28/1/2021).

Suap Edhy Prabowo

Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya. Salah satu yang diungkap KPK adalah pembelian terhadap beberapa unit mobil. Kemudian, adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak.

Uang suap itu juga  diduga digunakan Edhy untuk pembelian minuman beralkohol jenis wine.

Dalam perkara ini, Edhy Prabowo juga diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.

OTT di Bandara

Edhy bersama istrinya Iis Rosita Dewi ditangkap tim satgas KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Operasi tangkap tangan itu dilakukan KPK seusai Edhy dan istrinya melakukan kunjungan dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.

Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 17 orang. Namun, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik antirasuah dan pimpinan hanya tujuh orang yang ditetapkan tersangka termasuk Edhy.

Sementara istrinya, Iis Rosita Dewi lolos dari jeratan KPK. Iis kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.

Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP, Suharjito. Kemudian, dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI