Suara.com - Seorang remaja di Singapura ditahan di bawah undang-undang ketat negeri tersebut karena merencanakan aksi pembunuhan umat Muslim di dua masjid seperti insiden Christchurch 2019.
Menyadur Al Jazeera, Kamis (28/1/2021) seorang pelajar berusia 16 tahun, yang merupakan seorang Kristen Protestan dari etnis India ditahan di bawah Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (ISA) Singapura.
Remaja tersebut menjadi yang termuda yang ditahan berdasarkan undang-undang ketat tersebut, kata Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam sebuah pernyataan pada Rabu (27/1).
Kementerian menambahkan bahwa remaja tersebut, yang terinspirasi oleh ideologi kanan, ditahan bulan lalu.
Baca Juga: Berniat Serang Masjid Pakai Parang, Remaja Kristen Diringkus Polisi
"Seorang siswa sekolah menengah pada saat itu, ditemukan telah membuat rencana dan persiapan rinci untuk melakukan serangan teroris menggunakan parang terhadap umat Muslim di dua masjid di Singapura," kata kementerian itu.
Hukum ISA mengizinkan penahanan tanpa pengadilan.
Remaja tersebut, yang belum diidentifikasi, menargetkan Masjid Assyafaah dan Masjid Yusof Ishak yang terletak di dekat rumahnya di Singapura utara pada 15 Maret, saat peringatan insiden Christchurch.
Menurut kementerian, remaja tersebut juga berniat untuk menayangkan langsung serangan yang direncanakannya, seperti insiden yang terjadi di Christchurch.
"Dia meradikalisasi diri, dimotivasi oleh antipati yang kuat terhadap Islam dan ketertarikan pada kekerasan," jelas pihak kementerian.
Baca Juga: Hari Ini, Singapura Mulai Vaksinasi Virus Corona untuk Lansia
"Dia juga telah menonton video propaganda Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), dan sampai pada kesimpulan yang salah bahwa ISIS mewakili Islam, dan bahwa Islam meminta para pengikutnya untuk membunuh orang yang tidak beriman," sambungnya.
Kementerian mengatakan remaja itu jelas dipengaruhi oleh supremasi kulit putih Australia, Brenton Tarrant, yang menembak mati 51 umat Muslim yang sedang sholat Jumat di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada 15 Maret 2019.
Brenton Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus tahun lalu untuk menebus kesalahannya.
Kemendagri mengatakan dalam pernyataannya bahwa remaja tersebut bahwa "memperkirakan dua hasil dari rencananya - dia ditangkap sebelum dia melakukan serangan atau dia melaksanakan rencananya dan kemudian dibunuh oleh polisi".
"Dia masuk dengan persiapan matang, mengetahui bahwa dia akan mati, dan dia siap untuk mati," jelas Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam seperti dikutip oleh media lokal.
Pada bulan Desember, Departemen Keamanan Internasional (ISA) mengatakan seorang pria Singapura berusia 48 tahun ditahan karena "aktif" terlibat dalam perang saudara di Yaman.
"Sheik Heikel Khalid Bafana, yang berada di Yaman dari 2008 hingga 2019, secara sukarela mengangkat senjata dan juga bekerja sebagai agen bayaran untuk kekuatan asing dengan mengumpulkan informasi intelijen di Yaman," ISD mengatakan kepada media lokal.
Shanmugam menunjukkan bahwa sejak 2015, tujuh orang di bawah usia 20 tahun telah ditahan atau diberi perintah pembatasan berdasarkan hukum ISA.