Suara.com - Polisi melakukan pengamanan jelang sidang lanjutan perkara penyebaran berita bohong atau hoaks atas terdakwa Jumhur Hidayat, Kamis (28/1/2021).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjadi tempat berlangsungnya sidang nanti pun telah dijaga aparat kepolisian.
Pantauan di lokasi, sejuah personel itu berjaga di pintu masuk. Tak hanya itu, beberapa mobil taktis barracuda juga diagakan di halaman parkir.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Azis Andriansyah, menyebut pengamanan dilakukan sebagai bagian antisipasi. Sebab, kepolisian menerima informasi adanya pengerahan massa.
Baca Juga: Kubu Jumhur Hidayat: Ditangkap karena Cuitan Langgar Hak Berekspresi
"Antisipasi saja karena ada isu pengerahan massa," kata Azis saat dikonfirmasi, Kamis (28/1/2021).
Terpisah, Oky Wiratama selaku kuasa hukum Jumhur menyatakan, pihaknya telah menyiapkan nota pembelaan atau eksepsi untuk dibacakan saat sidang.
Mereka menilai dakwaan yang dialamatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Jumhur tidak jelas.
"Pada dasarnya eksepsi kami itu menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa karena surat dakwaannya tidak sah, tidak cermat, dan tidak jelas. Detailnya nanti saat sidang," kata Oky di lokasi.
Menyebarkan Berita Bohong
Baca Juga: Kuasa Hukum Minta Pentolan KAMI Jumhur Dihadirkan Dalam Ruang Sidang
Sebelumnya Jumhur didakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran melalui cuitannya di Twitter soal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Jumhur juga dianggap dengan cuitannya membuat masyarakat menjadi berpolemik. Hal tersebut berimbas kepada aksi unjuk rasa pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
Bahwa terdakwa dalam menyebarkan informasi melalui akun Twitternya tersebut terdakwa memasukkan tulisan yang berisi kalimat-kalimat yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yaitu golongan pengusaha dan buruh," tutup jaksa bacakan dakwaan.
Dalam dakwaan itu, Jumhur dijerat dengan dua pasal alternatif. Pertama, dia dijerat Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Dalam perkara kasus ujaran kebencian dan penghasutan terkait demo tolak UU Ciptaker yang dituding menyebabkan kericuhan itu, Bareskrim Polri menetapkan sembilan tersangka. Beberapa di antaranya, diketahui merupakan petinggi dan anggota KAMI.
Mereka yakni; anggota Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat, serta Deklarator KAMI Anton Permana. Kemudian, Ketua KAMI Medan Khairi Amri dan anggotanya yang tergabung dalam grup WhatsApp 'KAMI Medan' yakni; Juliana (JG), Novita Zahara (NZ), dan Wahyu Rasasi Putri (WRP).
Selain itu ada pula dua tersangka lainnya, yaitu penulis sekaligus mantan caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kingkin Anida dan Dedy Wahyudi pemilik akun Twitter @podoradong.