Suara.com - Siswa Bintara Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Maluku Utara, Muhammad Rian Assidiq (19) meninggal dunia di Instalasi Gawat Darurat RSUD Chasan Boesoirie, dengan kondisi tubuh luka lebam hingga melepuh pada 29 November 2020.
Pihak keluarga justru mendapatkan informasi kalau Polda Maluku Utara melaporkan kematian Rian akibat epilepsi dan positif Covid-19 ke Mabes Polri.
Ibunda Rian, Achmet Kusnawati Muksin atau Etta mengatakan, informasi itu diperolehnya melalui kertas berisikan laporan atas nama Karo SDM Polda Maluku Utara, yang diambil dari kotak uang duka di rumahnya.
Dalam laporan yang ditujukan untuk Mabes Polri itu, kondisi kematian Rian justru tidak disampaikan sesuai dengan kondisinya.
Baca Juga: Polisi Tangkap Kapal Penyelundup Miras di Saloko, Isinya Bikin Tepuk Jidat
"Menyatakan almarhum ini kena epilepsi, corona dan pemakaman secara protokol kesehatan covid-19," kata Etta dalam sebuah siaran pers yang digelar KontraS secara daring, Selasa (26/1/2021).
Etta dan pihak keluarga lainnya justru bingung. Pasalnya, Rian belum pernah dites covid-19, bahkan belum dimakamkan. Namun keterangan yang disampaikan Polda Malut justru seolah-olah Rian sudah dimakamkan.
Kemudian, masih dari kotak yang sama, Etta juga mendapatkan kertas berisikan cetakan obrolan pesan instan yang menyebut, Rian sudah merasakan sakit sejak 26 November 2021.
Hal itu disesalkan pihak keluarga karena pihak SPN Polda Malut seolah tidak peduli dengan siswa yang tengah sakit.
Satu hal yang dikritik Etta adalah, tidak adanya dokumen riwayat kesehatan para siswa yang dipegang oleh SPN Polda Malut.
Baca Juga: Hujan Deras, Mabes Polri Jakarta Selatan Dikepung Banjir
Karenanya, ketika Rian jatuh sakit, Polda Malut baru menyerahkan data riwayat kesehatannya kepada pihak SPN Polda Malut di Sufifi.
Kejadian bermula ketika Rian dilarikan ke rumah sakit karena disebut terjatuh saat menjalani pendidikan.
Etta juga dihubungi oleh salah satu pendidik Rian, untuk mendatangi IGD guna memberikan dukungan terhadap korban.
Sesampainya di rumah sakit, Etta melihat Rian sudah dalam kondisi koma dan tubuhnya penuh luka. Salah satu pendidik mengatakan, luka-luka itu disebabkan karena Rian terjatuh.
Namun, luka-luka yang dilihat Etta pun tidak menunjukkan akibat jatuh. Karena luka-luka yang dilihatnya itu seperti luka di jemari kaki, pelipis, dan pinggang belakang.
"Terus besoknya kita mandikan Rian, ibu temukan ini (luka) melepuh besar seperti warna putih ada di bawah pusar. Terus ini juga yang melepuh di belakang punggung di pinggang. Nah, kami keluarga sangat kaget kok bisa ada seperti ini," ujarnya.
Pihak rumah sakit tidak menginformasikan soal penyebab kematian Rian yang sebenarnya. Pasalnya, pihak keluarga tidak pernah mendapatkan hasil visum.
Justru yang ada, pihak keluarga hanya memperoleh hasil resume pemeriksaan umum. Dalam hasil tersebut Rian disebutkan mengalami infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah sangat rendah.
Kondisinya Rian pun bisa mengancam jiwa yang disebabkan infeksi lokal, seluruh sistem parah dan segera memerlukan bantuan medis.
Kemudian, Rian didiagnosis mengalami radang otak dan sekitarnya, karena suatu kondisi yang disebabkan oleh virus dan pendarahan pada ruangan antara otak serta jaringan yang menutupi otak.
Resume itu ditandatangani oleh dr Endang. Tetapi, Etta mengaku tidak pernah diberikan hasil visum lebih lanjut oleh pihak RS.
"Mereka tidak mengasih tahu kepada kami kalau akibat kematian ade ini karena apa, apa, apa, mereka tutupi itu yang kami sesalkan apalagi ibu, ibu kecewa dan ibu sesalkan. Sakit rasanya memang."