Suara.com - Mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dilarang ikut berpartisipasi menjadi peserta Pemilu dan Pilkada. Mereka tidak diperkenankan mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden, gubernur/wakil gubernur, wali kota/wakil wali kota maupun bupati/wakil bupati, serta DPR dan DPRD.
Aturan itu tercantum dalam draf revisi Undang-Undang tentang Pemilu yang dimutakhirkan pada 26 November 2020. Di mana dalam Pasal 182 diatur persyaratan pencalonan. Salah satu poinnya ialah bukan anggota HTI di Pasal 182 huruf pp.
"Bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)," bunyi Pasal 182 huruf pp.
Penegasan bahwa eks anggota HTI maupun tidak boleh mencalonkan diri sebagai pemimpin wilayah, provinsi maupun negara tercantum dalam Pasal 311 huruf p, Pasal 349 dan Pasal 357.
Baca Juga: Denny Siregar Singgung HTI di Film Nussa, Produser Beri Jawaban Menohok
Dalam tiga pasal tersebut diatur mengenai persyaratan bagi calon presiden/wakil presiden, calon gubernur/wakil gubernur, calon wali kota/wakil wali kota maupun calon bupati/wakil bupati yang harus memiliki dokumen resmi yang menyatakan mereka tidak terlibat HTI sebagai syarat pendaftaran calon.
"Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari kepolisian."