Suara.com - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Jawa Tengah Heru Isnawan berharap pemerintah memikirkan nasib sektor perhotelan yang disebutnya "sudah tombok terus" selama pandemi Covid-19.
"Kami sampai berapa bulan hampir tak berpenghasilan. Kita sudah tombok terus,” kata Heru kepada Suara.com ketika menanggapi rencana perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali setelah 25 Januari.
Dia khawatir jika kontraksi berlanjut akan semakin banyak bisnis hotel gulung tikar.
“Secara umum kami memahami kebijakan PPKM yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun, jika pergerakan orang berhenti maka industri hotel juga akan berhenti,” katanya.
Baca Juga: Permintaan Jokowi, PPKM Diperpanjang hingga 8 Februari
Dia berharap ada pelonggaran untuk sektor perhotelan selama PPKM, apalagi katanya sudah ada ratusan hotel yang sudah terverifikasi taat protokol kesehatan.
“Jadi kami harap ada kelonggaran, biar masih ada pergerakan ekonomi juga. Kita sudah siap jika harus taat protokol kesehatan,” kata dia.
Sekretaris Jenderal BPD PHRI Jawa Tengah Yantie Yulianti menyebutkan sejak bulan April sebagian hotel di wilayahnya tutup karena tak ada pelanggan datang.
"Kita rata-rata minimal 80 pelanggan yang menginap, namun saat ini kalau ada 5 pelanggan yang menginap itu sudah Alhamdulillah banget," kata dia.
Dia menyebut nasib industri hotel semakin di ujung tanduk lantaran pemerintah provinsi mengeluarkan syarat bagi pendatang untuk menunjukkan hasil rapid test antigen.
Baca Juga: Gegara Harta Gono-Gini, AP Tega Gugat Ibunya di Pengadilan Salatiga
"Iya kemarin banyak yang kecewa, banyak calon pengunjung yang membatalkan pesanannya," ujarnya.
Berdasarkan laporan yang diterima Yantie, angka kerugian hotel di Solo akibat pembatalan pesanan rata-rata mencapai Rp500 juta per hotel.
"Jadi itu hanya satu tempat saja ya. Tingkat kerugiannya sebesar itu. Belum lagi kita hitung di daerah-daerah yang lain," kata dia.