Suara.com - Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah melakukan sosialisasi seiring diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE).
Dasco menilai Perpees yang membahas banyak hal terkait extremisme itu perlu melibatkan banyak kalangan. Mulai dari tokoh agama, akademisi hingga penegak hukum.
"Oleh karena itu, kami megimbau kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi lebih luas dan jelas sehingga kemudian tidak membut polemik dan perdebatan yang tidak perlu," kata Dasco di Kompleks Parlemen DPR, Kamis (21/1/2021).
Sebelumnya, Fraksi PKS di DPR mempertanyakan motif Presisen Joko Widodo atau Jokowi yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE).
Fraksi PKS menegaskan menolak segala bentuk extremisme. Mereka juga meragukan Perpres RAN PE tersebut dapat benar-benar menyasar tindakan terorisme atau tidak. Hal itu yang kemudian dirangkun menjadi sejumla catatan oleh Wakil Ketua Fraksi Bidang Polhukam, Sukamta.
“Apa motif pemerintah melahirkan Perpres esktremisme ini? Padahal sudah ada UU Terorisme yang dipergunakan untuk memberantas teroris. Apakah perpres ini benar-benar menyasar pencegahan tindakan terorisme atau punya motif lain. Ini yang menjadi catatan pertama dari F-PKS DPR RI,” kata Sukamta dalam keterangannya.
Hal lain yang menjadi catatan F-PKS ialah terkait tafsir ekstremisme di dalam Perpres RAN PE versi pemerintah yang dinilai Sukamta berbahaya bagi keadilan hukum dan iklim demokrasi. Sukamta berujar pemerintah membuat tafsir sendiri mengenai ekstremisme yang tidak jelas bentuk dan ukurannya.
"Sehingga dalam tataran teknis menjadi multitafsir. Misal, ada laporan dari masyarakat tentang kejadian ekstremisme kepada kepolisian terhadap orang atau kelompok dengan keyakinan tertentu yang dianggap mendukung ekstremisme kekerasan polisi pun akan mentafsirkan laporan secara subjektif," kata Sukamta.
Menurut Sukamta, apabila memang pemerintah serius memberantas terorisme seharusnya bisa menggunakan Undang-Undang Terorisme. Tetapi, Sukamta menilai penggunaan UU Terorisme sejauh ini belum maksimal lantaran masih ada perbedaan penanganan dalam sejumlah kasus.
Baca Juga: Pemprov DKI Buka Lahan Pemakaman Baru Covid-19 di TPU Bambu Apus
"Selama ini UU Terorisme hanya dipergunakan untuk mengadili pelaku teroris dengan baju agama Islam. Sedangkan kelompok pemberontak, makar di Papua tak pernah ditangani layaknya kasus terorisme namun hanya ditangani seperti kelompok kriminal bersenjata biasa,” ujar Sukamta.