Suara.com - Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanah Nasional (PAN) Nusa Tenggara Barat (NTB) memecat tersangka pencabulan anak kandung AA sebagai kader partai.
Ketua DPW PAN NTB H Muazzim Akbar, mengatakan, pemecatan AA sebagai kader PAN karena dinilai telah merusak citra dan nama partai.
"Langsung kita pecat dari kader," kata Muazzim Akbar saat dihubungi melalui telepon dari Mataram, Kamis (21/1/2021).
Ia mengakui, tersangka AA yang merupakan mantan anggota DPRD NTB lima periode sudah bukan lagi pengurus DPW PAN NTB maupun kader partai, lantaran yang bersangkutan pada saat Musyawarah Nasional (Munas) atau Kongres V yang digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara memilih berseberangan dengan keputusan DPW PAN NTB yang mendukung kembali pencalonan Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum DPP PAN.
Baca Juga: Politisi PAN Perkosa Anak Kandung saat Istri Dirawat Positif COVID-19 di RS
"Padahal, keputusan DPW PAN NTB memutuskan tetap mendukung dan mencalonkan kembali Zulkifli Hasan sebagai ketua umum. Namun, yang bersangkutan mendukung Mulfachri Harahap dan itu bertentangan dengan sikap partai," jelasnya sebagaimana dilansir Antara.
Selain itu, lanjutnya dia, setelah Munas Kendari, AA juga diketahui menjadi pelopor partai baru bentukan Amien Rais, yakni Partai Ummat, sehingga dianggap telah menyatakan keluar sebagai kader PAN.
"Jadi informasi yang kami terima, AA ini dipersiapkan menjadi Ketua DPW Partai Ummat NTB. Oleh karena itu, kalau dikaitkan dengan PAN, AA sudah tidak lagi ada hubungan dengan PAN," katanya.
Sebelumnya, Polresta Mataram sudah menetapkan mantan anggota DPRD NTB berinisial AA sebagai tersangka dugaan kasus pencabulan terhadap anak kandungnya.
"Berdasarkan hasil gelar perkara, kini yang bersangkutan kami tetapkan sebagai tersangka," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa.
Baca Juga: Politisi PAN Ditangkap Polisi Setubuhi Anak Kandung, Dia Eks Anggota DPRD
Dari hasil gelar perkaranya, jelas Kadek Adi, perbuatan yang diduga dilakukan AA telah memenuhi unsur Pasal 82 Ayat 2 Perppu 1/2016 Juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
"Kami terapkan ayat 2 karena yang bersangkutan ini adalah ayah kandung korban makanya ada tambahan sepertiga ancaman hukuman dari pidana pokoknya," ujar dia.
Sesuai sangkaan pidananya, AA yang sudah lima periode menjabat sebagai anggota legislatif ini terancam pidana paling berat 20 tahun penjara.
Salah satu alat bukti yang menguatkan AA sebagai tersangka adalah hasil visum luar kelamin korban. Dalam catatan medis korban, jelasnya, terdapat luka baru dengan bentuk yang tidak beraturan pada kelamin. Begitu juga pada bagian payudara korban.
"Jadi kuat dugaan ada upaya paksa yang dilakukan pelaku terhadap korban," ucapnya.
Korban yang merupakan anak kandung terlapor dari istri keduanya ini adalah seorang perempuan yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Dalam laporannya di Mapolresta Mataram, korban mengaku mendapat perlakuan tidak senonoh dari ayah kandungnya pada 18 Januari 2021.
Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit Covid-19.