Suara.com - Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air menarik pemberitaan media asing. Dalam laporannya pada Rabu (13/01) New York Times menulis waktu istirahat pesawat yang cukup panjang mungkin menjadi penyebab kecelakaan.
"Ada masalah besar yang mulai muncul dalam hal pemulihan pesawat," kata Hugh Ritchie, kepala eksekutif perusahaan konsultan keamanan udara Australia, Aviation Analysts International
"Karena saat tidak digunakan selama sembilan atau 10 bulan, mereka harus tetap beroperasi, jika tidak maka akan memburuk," lanjutnya.
Laporan Kementerian Perhubungan menyebut Sriwijaya Air hanya mengoperasikan lima dari 18 pesawatnya dan Boeing 737-500 yang jatuh sedang dalam posisi istirahat sejak 23 Maret dan tidak beroperasi hingga akhir tahun.
Baca Juga: Susuri Pulau-pulau Kecil, Tim SAR Cari Bagian Tubuh Korban Sriwijaya Air
Kementerian mengatakan telah memeriksa pesawat pada 14 Desember dan mengeluarkan sertifikat kelaikan udara baru pada 17 Desember.
Setelah kembali beroperasi bulan lalu, pesawat itu diterbangkan dari tempat istirhatnya di Surabaya ke Jakarta pada 19 Desember untuk melanjutkan layanan penumpang keesokan harinya.
Menurut data dari situs pelacakan Flightradar24, pesawat berumur 26 tahun ini telah melakukan 132 penerbangan sejak saat itu, kata Ian Petchenik, juru bicara Flightradar24.
"Kami tidak dapat berbicara apakah penyimpanan mungkin menjadi faktor penyebab kecelakaan itu atau tidak, tetapi penyelidik pasti akan melihat semua kemungkinan skenario," kata Petchenik dalam email.
"Pembacaan perekam data penerbangan diharapkan membantu dalam menentukan penyebabnya."
Baca Juga: Hari Keenam Sriwijaya Air Jatuh, Tim SAR Perluas Pencarian Udara
Menurut informasi kepala eksekutif Sriwijaya Air, Jefferson Irwin Jauwena, maskapai ini telah menjalani audit independen pada bulan Maret.
Audit ini menilai perizinan, manual operasi, suku cadang, manajemen sistem keselamatan dan kualitas, pelatihan awak dan pengawasan pesawat melalui program Basic Aviation Risk Standard yang dijalankan oleh Flight Safety Foundation, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di Alexandria, Va.
Selain masa hiatus yang cukup panjang, pilot yang lama tidak terbang mungkin mengalami penurunan performa sehingga butuh waktu untuk kembali stabil.
Kapten Afwan, pilot di Sriwijaya Air Penerbangan 182 diketahui menghabiskan sebagian besar waktunya tahun lalu dalam sesi simulator penerbangan untuk menjaga kemampuannya.