Suara.com - Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning menjadi sorotan publik setelah menolak vaksin Covid-19 dan rela membayar denda karena tidak mau divaksin. Profil Ribka Tjiptaning pun dicari-cari warganet.
Pada hari Rabu (13/1/2021) Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta para pejabat negara lainnya menjalankan vaksinasi Covid-19. Sementara itu, Ribka Tjiptaning menyampaikan penolakan vaksin Sinovac yang berasal dari China tersebut saat rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, pada Selasa (12/1/2021).
Ribka Tjiptaning berargumen bahwa belum ada satupun pihak yang dapat memastikan keamanan vaksin Covid-19 tersebut. Bahkan, Ribka juga siap menerima sanksi akibat dari penolakan vaksin Covid-19 tersebut. Ribka rela membayar jika ada sanksi bagi para pihak yang menolak untuk diberikan vaksin. Siapakah sebenarnya sosok Ribka? Yuk, intip profil Ribka Tjiptaning yang telah dirangkum berikut ini.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Mulai Didistribusikan, Medan Dapat 20 Ribu
Ribka Tjiptaning yang juga seorang dokter ini adalah keturunan ningrat alias berdarah biru. Ayahnya bernama Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro adalah seorang keturunan Kasunan Solo (Pakubowono) dan pemilik sebuah pabrik paku di Solo. Sementara Ibunya dari keturunan Kasultanan Kraton Yogyakarta bernama Bandoro Raden Ayu Lastri Suyati. Ribka Tjiptaning dilahirkan di Solo, Jawa Tengah pada tanggal 1 Juni 1959.
Dalam hal pendidikan, Ribka telah mengenyam pendidikan formal di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dari tahun 1978 hingga tahun 1990. Kemudian setelah lulus dan menjadi seorang dokter, dirinya membuka sebuah klinik kesehatan di kawasan Ciledug, Tangerang.
Perjalanan Karier Ribka Tjiptaning
Ribka Tjiptaning telah menjadi anggota PDI-Perjuangan sejak tahun 1992. Hingga kini, dirinya telah tiga kali berhasil masuk ke Senayan, yaitu pada 2004, 2009, dan 2019.
Saat ini, Ribka menjadi salah satu anggota dari Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan. Sebelumnya, Ribka juga pernah menjabat sebagai Ketua di komisi yang sama pada periode 2009-2014. Di komisi IX, Ribka menyoroti masalah-masalah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, serta kesehatan.
Baca Juga: Raffi Ahmad Tampil Mentereng saat Divaksin, Ternyata Pakai Seragam Kantor
Bukan sekali ini Ribka Tjiptaning menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Pada tahun 2015, dirinya pernah menyampaikan penilaiannya yang menyatakan bahwa belum ada Menteri yang dapat menerjemahkan konsep yang dibawa oleh Jokowi ke dalam pemerintahan. Selain itu, dirinya juga pernah mengatakan bahwa para Menteri Jokowi memiliki koordinasi yang kurang dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP).
Pada saat itu, peraturan yang disoroti adalah kebijakan baru tentang Jaminan Hari Tua (JHT), di mana kebijakan tersebut berkaitan dengan kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa JHT baru dapat dicairkan apabila karyawan telah menjalani masa kerja selama 10 tahun.
Selain JHT, di tahun 2015 Ribka juga mengkritik BPJS Kesehatan. Menurut Ribka, pemerintah harus fokus pada Program Indonesia Sehat, karena dimenilai masih banyak rumah sakit yang belum mau bekerja sama dengan BPJS.
Kemudian pada Februari 2018, Ribka juga pernah melontarkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas ketimpangan tindakan terhadap pelaku penjual kosmetik murah kelas kecil dan kelas besar. Saat menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI periode 2009-2014, Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang kemudian disetujui dalam Rapat Paripurna DPR juga turut menjadi pembicaraan.
Pasalnya, salah satu Ayat yang mengatur tembakau sebagai zat adiktif dihilangkan. Akibat kasus tersebut, Ribka dilarang untuk memimpin rapat panitia khusus dan panitia kerja oleh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ribka Tjiptaning juga sempat dihadapkan pada petisi daring yang menolaknya menjadi calon Menteri Kesehatan. Adapun alasan penolakan tersebut selain karena kasus hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan yang disahkan, Ribka diduga terlibat di dalam kasus intervensi obat infus.
Kemudian, di tahun yang sama 2018, namanya kembali terseret dalam kasus ujaran kebencian oleh Alfian Tanjung karena menuding 85 persen kader PDIP adalah PKI. Alfian menyatakan bahwa pernyataannya bersumber dari ucapan Ribka Tjiptaning bahwa 20 juta orang Indonesia adalah kader PKI.
Dan yang terakhir, Ribka kembali menarik perhatian saat menyampaikan kritik dalam rapat kerja antara Komisi IX bersama Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS.
Itulah profil Ribka Tjiptaning, anggota DPR yang tolak vaksin Covid-19 bahkan rela menerima sanksi atas sikapnya tersebut.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama