Suara.com - Pihak keluarga memberikan penjelasan atas meninggalnya Deden Deni, saksi kunci kasus suap izin ekspor benih lobster yang telah menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka.
Junaedi perwakilan dari keluarga mengatakan bahwa almarhum Deden memang memiliki penyakit sejak lama hingga akhirnya meninggal pada 31 Desember 2020 lalu.
Junaedi pun tak dapat menyampaikan rincian penyakit yang diderita almarhum Deden. Pihak keluarga menyatakan hal tersebut termasuk privasi keluarga.
"Penyakit yang diderita Almarhum Deden Deni adalah penyakit komplikasi menahun yang kerap kambuh akibat kelelahan. Selain itu, keluarga istri dan anaknya masih melakukan isolasi mandiri," ucap Jumaedi melalui keterangan, Selasa (5/1/2021).
Baca Juga: Kasus 'Lobster' Edhy Prabowo, Johan dan Chandra Ikut Diperiksa KPK
Junaedi menambahkan hingga kini, keluarga almarhum masih dalam kondisi berduka.
"Mengalami trauma mendalam karena disangkut-pautkan dengan kasus ini. Untuk itu, kami memohon pihak media untuk menghentikan polemik seputar kematian Deden Deni," minta keluarga.
Untuk diketahui, Deden Deni, Pengendali PT Aero Citra Kargo (ACK) yang menjadi salah satu saksi kasus lobster Edhy Prabowo dikabarkan meninggal dunia.
Kabar wafatnya saksi Deden diakui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat dikonfirmasi awak media, Senin (4/1/2021).
"Informasi yang kami terima yang bersangkutan (Deden Deni) meninggal sekitar tanggal 31 Desember yang lalu" kata Ali.
Baca Juga: Kelanjutan Kasus Korupsi Benih Lobster Edhy Prabowo, Dua Saksi Dicecar KPK
PT ACK diketahui merupakan satu-satunya perusahaan yang ditunjuk Kementerian KP untuk mengangkut benih lobster ke luar negeri dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. Dari penunjukkan ini, diduga Edhy Prabowo mendapatkan uang suap benih lobster melalui penampungan perusahaan PT ACK.
Dari data kepemilikan, PT ACK diduga milik Edy Prabowo dengan memakai nama nomine seperti Amri dan Ahmad Bachtiar serta Yudi Surya Atmaja.
Sebelumnya, Deden pernah diperiksa penyidik KPK pada 7 Desember 2020 lalu. Pemeriksaan terhadap Deden terkait mekanisme penunjukan PT ACK dalam pendistribusian benih Lobster oleh Kementerian KP.
Meski begitu, Ali Fikri mengaku proses penyidikan kasus suap benih lobster tetap berjalan. Ia, meyakini masih akan banyak saksi untuk memperkuat pembuktian dalam kasus ini.
"Namun demikian proses penyidikan perkara tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan tidak terganggu. Sejauh ini masih berjalan dan tentu masih banyak saksi dan alat bukti lain yang memperkuat pembuktian rangkaian perbuataan dugaan korupsi para tersangka," tutup Ali.
Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan bahwa Edhy memakai uang izin ekspor benih lobster untuk kebutuhan pribadinya. Salah satu yang diungkap KPK, untuk membeli beberapa unit mobil. Kemudian, adanya penyewaan apartemen untuk sejumlah pihak.
Edhy dalam perkara ini diduga menerima suap mencapai Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar Amerika Serikat. Uang itu sebagian diduga digunakan Edhy bersama istrinya untuk berbelanja tas hermes, sepeda, hingga jam rolex di Amerika Serikat.
Edhy bersama istrinya Iis Rosita Dewi ditangkap tim satgas KPK di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang pada Rabu (25/11/2020) dini hari. Operasi tangkap tangan itu dilakukan KPK seusai Edhy dan istrinya melakukan kunjungan dari Honolulu, Hawai, Amerika Serikat.
Dalam OTT itu, KPK sempat mengamankan sebanyak 17 orang. Namun, dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik antirasuah dan pimpinan hanya tujuh orang yang ditetapkan tersangka termasuk Edhy.
Sementara istrinya, Iis Rosita Dewi lolos dari jeratan KPK. Iis kembali dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan intensif di KPK.
Edhy menjadi tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Edhy, Ainul Faqih; dan pemberi suap Direktur PT DPP, Suharjito. Kemudian, dua staf pribadi menteri KP Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin.