Suara.com - Pengadilan di provinsi terpadat di Pakistan pada hari Senin melarang tes keperawanan pada korban pemerkosaan dan menjadi yang pertama di negara tersebut.
Menyadur Gulf News, Selasa (5/1/2021) tes yang sudah berlangsung lama di negara itu yang digunakan untuk menilai apa yang disebut kehormatan seorang wanita.
Pihak-pihak yang mengkritik tes tersebut mengajukan petisi di kota timur Lahore dalam upaya untuk menghapuskannya.
Organisasi Kesehatan Dunia sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada manfaat ilmiah atas pemeriksaan tersebut dan menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga: Varian Baru Virus Corona Ditemukan di Pakistan, Bagaimana Indonesia?
Dan akhirnya Pengadilan Tinggi Lahore memutuskan untuk melarang tes keperawanan dan mengatakan bahwa tindakan tersebut melanggar hak untuk hidup.
"Tes keperawanan menyinggung martabat pribadi korban perempuan dan karena itu bertentangan dengan hak untuk hidup dan hak atas martabat." jelas Pengadilan Lahore.
Di sisi lain, pihak yang mendukung adanya tes keperawanan mengklaim bahwa itu dapat menilai riwayat seksual seorang wanita. Namun hasilnya sering digunakan untuk mendiskreditkan korban pemerkosaan.
Sebagian besar masyarakat Pakistan beroperasi di bawah sistem penghormatan yang menindas, di mana korban pemerkosaan menghadapi stigma sosial dan penyerangan yang tidak dilaporkan.
Putusan itu merupakan "langkah yang sangat dibutuhkan ke arah yang benar untuk meningkatkan proses investigasi dan peradilan dan membuatnya lebih adil bagi korban kekerasan seksual dan pemerkosaan," jelas pengadilan.
Baca Juga: Makin Meluas, Kini Varian Baru Virus Corona Ditemukan di Pakistan
Presiden Pakistan telah melarang tes keperawanan dua jari pada bulan Desember sebagai bagian dari undang-undang anti-pemerkosaan yang baru.
Tes tersebut merupakan pemeriksaan invasif yang melibatkan pemeriksa medis memasukkan dua jari ke dalam vagina wanita.
Putusan Pengadilan Tinggi Lahore yang melarang semua bentuk tes keperawanan akan berlaku di provinsi Punjab dan merupakan yang pertama di Pakistan.
Kasus serupa sedang disidangkan di Pengadilan Tinggi Sindh dan aktivis hak-hak perempuan berharap putusan pengadilan Lahore akan menjadi preseden untuk pelarangan nasional.