Suara.com - Sejumlah daerah memutuskan untuk menunda pelaksanaan sekolah tatap muka pada 4 Januari seiring dengan dimulainya semester genap tahun ajaran 2020/2021, walau pemerintah pusat telah memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah untuk kembali membuka sekolah dan melakukan proses pembelajaran tatap muka.
Di Jakarta, pemerintah setempat memutuskan tetap menerapkan pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jakarta Nahdiana mengatakan keputusan itu dilakukan guna memastikan kesehatan dan keamanan siswa, guru, dan tenaga kependidikan menjadi prioritas di masa pandemi Covid-19.
"Pemprov DKI Jakarta sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan belajar tatap muka di semester genap TA 2020/2021. Prioritas utama adalah kesehatan dan keamanan, jadi tetap belajar dari rumah," kata Nahdiana melalui siaran pers pada Sabtu (2/1/2021).
Baca Juga: Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Riau Belum Izinkan Sekolah Tatap Muka
Keputusan tersebut juga ditempuh Pemerintah Kota Depok melalui Surat Edaran Wali Kota Depok Nomor 420/621-Huk/Dinkes yang diterbitkan Selasa (29/12).
Keputusan Pemkot Depok, disambut gembira warganya. Salah satunya, Rinna Purnama.
"Merasa bahagia dengan pembatalan tatap muka karena sangat berisiko jika anak dibiarkan masuk kelas offline dalam kondisi seperti ini. Apalagi setelah liburan.
"Banyak orang tua siswa saya lihat di status WA dan medsos ternyata membawa anak-anak berlibur ke Bali, Bandung, Puncak dan pusat-pusat keramaian yang kita tidak bisa hindarkan," kata ibu dari anak kelas 3 SD ini.
- Sekolah tatap muka dibuka Januari 2021 'tidak realistis' karena tingkat penularan Covid-19 di atas 10%
- Pemda diizinkan buka sekolah pada Januari, peta zonasi kasus Covid-19 'tidak lagi menentukan'
- Tahun ajaran baru dan skenario kembali ke sekolah, mengapa ada penolakan dari orang tua siswa?
Dinas Pendidikan Jawa Barat menyebut ada 785 SMA, SMK dan SLB yang siap menyelenggarakan sekolah tatap muka.
Baca Juga: 4 Januari, SD dan SMP di Padang Mulai Belajar Tatap Muka
Kesiapan sekolah ini dilihat dari kemampuan menyediakan sarana pendukung pencegahan Covid-19.
Meski begitu, Kepala Disdik Jawa Barat Dedi Supandi mengatakan penyelenggaraan sekolah tatap muka tetap memerlukan izin orangtua dan pemerintah daerah.
"Pembukaan sekolah tergantung pada izin dari kepala daerah setempat, sebab kepala kepala daerah yang paling mengetahui kondisi penyebaran Covid-19," kata Dedi kepada media.
Selain memberikan izin, pemerintah juga berhak menghentikan sekolah tatap muka apabila di sekolah muncul kasus Covid-19.
Pada konferensi pers yang digelar 20 November 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan walau keputusan membuka sekolah berada di tangan pemerintah daerah, pembukaan sekolah juga harus disetujui kepala sekolah dan perwakilan orang tua murid.
"Kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan, maka sekolah tidak diperkenankan dibuka," kata Nadiem.
Kalaupun sekolah nantinya kembali dibuka, Nadiem menyebut orang tua tetap berhak menentukan apakah anak mereka akan mengikuti proses pembelajaran tatap muka di sekolah atau tidak.
"Orang tua masih bisa tidak memperkenankan anaknya untuk datang ke sekolah untuk melakukan tatap muka. Hak terakhir dari siswa individu, walau sekolahnya sudah tatap muka, masih ada di orang tua," kata Nadiem.
Di Kota Bandung, pemerintah belum secara resmi mengeluarkan keputusan mengenai pembelajaran tatap muka lantaran semester genap baru akan dimulai pada 11 Januari 2021 mendatang.
"Pemerintah Kota Bandung akan mengeluarkan keputusan sebelum tanggal 11 itu, tentu keputusannya dalam bentuk peraturan wali kota," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bandung, Cucu Saputra, saat diwawancara wartawan di Bandung, Yuli Saputra, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (4/1).
Namun, Disdik Kota Bandung sendiri telah melakukan kajian dengan melibatkan sejumlah ahli kesehatan dan pendidikan, termasuk SKPD Kota Bandung dan organisasi pendidikan.
"Hasil FGD (focus group discussion) direkomendasikan 100 persen PJJ [pembelajaran jarak jauh] diperpanjang," kata Cucu.
Iman Zaidir, ayah dari dua anak kelas 4 SD dan 2 SMP, meminta Pemkot Bandung tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka, minimal sampai seluruh warga Bandung dapat vaksin Covid-19.
"Saya lihat perilaku warga Bandung juga masih abai terhadap protokol kesehatan. Kalau sekolah mulai tatap muka, seperti menyemplungkan anak ke dalam perangkap Covid. Memangnya kalau terjadi klaster di sekolah, pihak sekolah mau tanggung jawab?" ujar Iman.
Sampai saat ini, Kota Bandung masih kategori zona oranye, bahkan beberapa kecamatan berzona merah.
DIY dan Jawa Tengah menunda sekolah tatap muka
Sekolah-sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta belum akan memulai sekolah tatap muka pada Januari ini, sesuai dengan Surat Edaran Gubernur DIY.
Alasannya, perkembangan Covid di DIY masih mengkhawatirkan.
"Jadi paling cepat Februari," kata Didik Wardaya, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY, kepada wartawan di DIY, Furqon Ulya Himawan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Menurut Didik, beberapa perguruan tinggi sudah ada yang menyiapkan pertemuan tatap muka dengan protokol kesehatan, seperti UGM, UNY dan kampus lainnya.
"Namun jika perguruan tinggi belum tatap muka, maka jenjang di bawahnya mundur lagi," kata Didik.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga ikut memutuskan menunda pelaksanaan sekolah tatap muka.
Keputusan itu tertuang dalam surat edaran bernomor 445/0017480 yang ditujukan kepada bupati atau wli kota terkait antisipasi peningkatan Covid-19 di daerah-daerah di Jawa Tengah.
"Ya kita tunda dulu karena semuanya belum pasti," kata Ganjar dalam keterangan tertulis.
"Kalau kemudian kondisi di daerah itu ternyata peningkatan Covid-nya tinggi ya jangan dulu, nggak boleh, tunda semuanya, rak sah kesusu (tidak usah terburu-buru)," kata Ganjar.
- Siswa sekolah 'tertinggal' secara akademik karena pandemi, orang tua: 'Saya pilih anak selamat'
- 'Saya tidak bisa menjadi guru yang baik bagi anak saya' - Kisah ibu tunanetra dampingi anak bersekolah daring selama pandemi
- Rencana pemerintah buka sekolah di zona kuning, dilema 'desakan orang tua' dan tudingan 'bermain api'
Di Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo Priyatmo selaku Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga setempat, mengaku sejak semester lalu memberlakukan "buka tutup".
"Buka artinya di sekitar sekolah atau warga sekitar sekolah aman-aman saja ya kami buka. Tutup jika di sekitar sekolah ada yang positif, itu kami tutup. Kuncinya adalah izin orangtua dalam melaksanakan SKB 4 menteri," kata Sukaton kepada wartawan di Semarang, Nonie Arnee, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Data jumlah sekolah di Kabupaten Semarang untuk tingkat SD sejumlah 405 dan SMP sebanyak 51 sekolah. Menurut Sukaton, dari jumlah itu, sebanyak 75% SD dan SMP sudah melakukan tatap muka pada semester ganjil.
"Tatap muka sudah mulai sejak tahun ajaran baru (semester lalu). Semua tergantung orangtua. Harapannya, untuk semester genap ini sekolah memanfaatkan kesempatan dari pemerintah," kata Sukaton.
Meski demikian, Aik Manuhoro, selaku orangtua siswa SMP Negeri 2 Ungaran, Kabupaten Semarang, menyatakan tidak mau anaknya bersekolah tatap muka.
"Alasan saya sebagai orangtua tidak bersedia kalau pembelajaran tatap muka, tidak ada jaminan bahwa anak-anak yang masuk itu tidak terpapar. Jangan-jangan pada OTG [orang tanpa gejala]. Jadi selaku orangtua, saya was-was.
"Daripada khawatir dan sesuai perintah gubenur ya baiknya sekolah daring saja," tutur Aik.
Ada pula pihak sekolah dan orang tua yang mengambil jalan tengah.
Di Kabupaten Magelang, orangtua meminta para guru menjumpai anak-anak mereka di rumah secara berkala.
"Karena kalau online kendala dengan sinyal. Alasan kedua, orang tua stres," kata Andri Novantino, guru kelas 1 SD Negeri Jogonayan, Ngablak, Kabupaten Magelang.
"Makanya setelah ujian tengah semester lalu diberlakukan guru visit. Semester genap ini kemungkinan masih berlanjut seperti sebelumnya. Hari Senin masih akan dirapatkan untuk mencari solusi terbaik," imbuhnya.
Pembelajaran tatap muka sekolah di Jayapura belum ada kepastian
Di Papua, para orang tua murid dari sejumlah sekolah di Kota dan Kabupaten Jayapura belum menerima kepastian terkait aktivitas belajar anak-anaknya pada semester genap.
Pada Senin (04/10) pagi, pintu gerbang SD YPK Yoka Waena, SD dan SMP Advent Abepura, dan SMP YPPK Santo Paulus Abepura hanya dibuka setengah. Halaman sekolah dan pinggiran jalan dari sekolah-sekolah yang biasanya ramai dengan kendaraan orang tua murid yang biasanya mengantar tampak sepi. Hanya tiga-empat motor yang terparkir milik guru.
Antara pukul 07.30-08.45 WIT di SD dan SMP Advent Abepura, dan SMP YPPK Santo Paulus Abepura hanya didatangi oleh para guru. Namun, di SD YPK Yoka, nampak sejumlah orang tua murid bersama anak-anaknya sedang menunggu di halaman sekolah.
"Kami juga tidak tahu ini, apakah belajar atau tidak karena sudah jam begini tidak ada guru, tidak ada informasi juga ke kami kalau ada perubahan. Karena, kemarin waktu terima raport anak, gurunya bilang hari ini masuk sekolah tatap muka," ujar seorang ibu yang mengantarkan anaknya yang masih duduk di kelas 1 SD YPK Yoka.
Ada juga seorang murid kelas VI di sekolah itu, dengan seragam merah-putihnya. "Tidak ada informasi [tentang perubahan] jadi saya datang saja sekolah," ujarnya.
Sementara Kepala SMP YPPK Santo Paulus Abepura, Ferdinando Lase, mengatakan berdasarkan arahan Direktur Yayasan YPPK se-Kota dan Kabupaten Jayapura, semua sekolah Yayasan Katolik di dua daerah ini akan tetap melangsungkan proses pembelajaran secara daring. Hal tersebut dikarenakan tingkat penyebaran Covid-19 yang tinggi di Kota dan Kabupaten Jayapura.
"Direktur Yayasan kami, YPPK, telah memutuskan bahwa sekolah-sekolah YPPK belum melaksanakan tatap muka. Alasannya, berdasarkan pengamatan YPPK, penyebaran ini masih cukup tinggi di Kota Jayapura. Jadi jangan sampai sekolah nanti menjadi klaster baru lagi," katanya.
Lagipula, pihaknya belum siap menggelar aktivitas belajar-mengajar tatap muka.
"Kami di SMP Paulus ini belum siap. Secara infrastruktur sudah lengkap semua, sudah ada ya, seperti tempat cuci tangan cuma kendala kami adalah ketersediaan air. Kami hanya mengharapkan dari PDAM dan PDAM ini tidak setiap hari mengalir jadi agak sulit buat kami. Jadi kami belum siap," ucapnya.
Para orang tua merespons berbeda terkait pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021.
Hanny Nahuway, orang tua dari murid SMP YPPK Bonaventura Sentani dan murid SMA Lentera Harapan Sentani di Kabupaten Jayapura, menyambut baik rencana pembelajaran tatap muka di sekolah. Menurutnya, meski anak-anaknya bisa belajar secara online, hal tersebut dipandangnya belum cukup.
"Saya terima saja pemerintah punya usulan bahwa sekarang [sekolah] tatap muka, karena di sekolah dikasih surat pernyataan kalau ada orang tua yang tidak setuju, ya tidak usah [ke sekolah], nanti ikut lewat online saja.
"Tapi, saya [memilih] kasih masuk saja ke sekolah. Karena kalau dipikir, [sekolah] pakai sistem online itu anak-anak cari jawaban di Google, jawabannya cari di situ. Terus habis sudah. Mulai [main] pegang HP lagi.
"Jadi, saya pikir wawasan anak-anak ini tidak berkembang. Jadi lebih baik anak ke sekolah. Yang penting anak-anak saya kasih vitamin lengkap, makan teratur, pakai masker, sudah ke sekolah, nanti saya antar," ujar Hanny.
Adapun Karolina Marselina Onim, yang menyekolahkan anak-anaknya di SD Advent Abepura, SMP YPPK Santo Paulus Abepura, dan SMA Negeri 1 Abepura, memilih agar keenam anaknya tetap menjalani pembelajaran secara online dari rumah selama masa pandemi Covid-19. Menurutnya, minim fasilitas kesehatan menjadi alasan utamanya.
"Iya, saya belum berani karena saya sendiri berpikir bahwa ini menyangkut kesehatan mereka. Jadi, karena itu saya berpikir sudah lebih baik [anak-anak belajar] di rumah," katanya.
Menanggapi Surat Keputusan Bersama Empat Menteri, Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah Papua, Christian Sohilait, kepada wartawan di Kota Jayapura, pada Rabu [30/12/2020] mengatakan perlu adanya pertimbangan kembali pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.
Salah satu pertimbangannya adalah evolusi virus Covid-19 dengan gejala baru.
"Yang menjadi soal berikutnya sebelum proses belajar mengajar secara tatap muka dilakukan adalah adanya virus corona jenis baru sehingga ini menjadi pertimbangan penting apakah sekolah akan tetap dibuka," katanya.
Pihaknya berencana mendorong Pemerintah Provinsi Papua untuk menerbitkan peraturan yang mengatur proses belajar mengajar secara tatap muka sesuai SKB Empat Menteri.
"Karena kebijakan di Papua tidak bisa disamaratakan bahwa sekolah semua harus dibuka atau ditutup," katanya.
Dia menambahkan hal ini disebabkan di salah satu sisi angka penularan Covid-19 di Papua terus meningkat.
Berdasarkan data hingga 27 Desember 2020, ada 74 daerah zona merah, lebih tinggi dari periode sebelumnya yang dilaporkan mencapai 60. Kota Jayapura satu di antaranya.