Suara.com - Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mendukung permintaan Komunitas Pers kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz untuk mencabut Pasal 2d Maklumat soal pelarangan soal Front Pembela Islam (FPI).
Menurut Politisi Gerindra ini keputusan Idham hanya membuat citra Polri semakin jelek.
"Maklumat ini hanya akan memperburuk citra Polri," kata Fadli melalui akun Twitternya @fadlizon pada Sabtu (1/2/2020).
Selain itu, mantan Wakil Ketua DPR RI tersebut juga menilai dengan dikeluarkannya Maklumat Kapolri tersebut dapat menghambat penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Karena itu, ia menganggap sudah semestinya kalau Maklumat Kapolri itu dicabut.
Baca Juga: Maklumat Kapolri Langgar Konstitusi dan Kaidah Pembatasan Hak Asasi
"Dan bisa dianggap sebagai penghambat demokrasi dan penegakkan HAM. Memang seharusnya dicabut."
Sebelumnya, Jenderal Idham Azis menerbitkan Maklumat Kepala Kepolisian Indonesia Nomor: Mak/1/I/2021 Tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tertanggal 1 Januari 2020.
Dalam salah satu poin maklumat tersebut disebutkan bahwa masyarakat diminta tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Jika ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat ini, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ataupun diskresi Kepolisian.
Komunitas Pers Indonesia ikut bereaksi terhadap Maklumat Kapolri tersebut. Mereka mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut pasal 2d dalam Maklumat Kapolri nomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) yang ditandatangani Jumat 1 Januari 2020.
Baca Juga: Dewan Pers Pastikan Media Boleh Siarkan Konten Berita Soal FPI
Komunitas Pers Indonesia yang mendesak agar pasal 2d Maklumat Kapolri dicabut terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Persauan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi dan Asosiasi Media Siber Indonesia.
Pasal 2d Maklumat Kapolri tersebut isinya menyatakan: "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."
Komunitas pers menyampaikan empat poin mengenai desakan tersebut.
Pertama, Pasal 2d dinilai berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.
Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kedua, Pasal 2d dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI.
Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
"Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran," yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU Pers," kata Ketua AJI Indonesia Abdul Manan.
Ketiga, komunitas pers mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut Pasal 2d karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan UU Pers.
Keempat, mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh UU Pers.