Suara.com - Anggota DPR RI Fadli Zon mendesak agar Maklumat Polri berisi larangan masyarakat memasang simbol dan atribut FPI dicabut.
Melalui akun Twitter miliknya @fadlizon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai maklumat yang dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal idham Aziz sudah kebablasan.
Ia juga menilai larangan tersebut merupakan bentuk sikap anti demokrasi.
"Maklumat kebablasan dan anti demokrasi. Harus dicabut!" kata Fadli Zon seperti dikutip Suara.com, Sabtu (2/1/2021).
Baca Juga: Gerindra Dukung Kelompok Intoleran Dibubarkan, Warganet Mention Fadli Zon
Fadli Zon menyebut, maklumat tersebut hanya akan memperburuk citra institusi Polri.
Bahkan, maklumat tersebut juga dapat dianggap sebagai penghambat demokrasi dan penegakan HAM.
"Maklumat ini hanya akan memperburuk citra Polri dan bisa dianggap sebagai penghambat demokrasi dan penegakan HAM. Memang seharusnya dicabut," tegas Fadli Zon.
Semua Tentang FPI Dilarang
Setelah pembubaran Front Pembela Islam (FPI), Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Idham Azis menerbitkan Maklumat Kepala Kepolisian Indonesia Nomor: Mak/1/I/2021.
Baca Juga: Dilarang Kapolri, Dewan Pers Bolehkan Media Gunakan Simbol FPI untuk Berita
Maklumat ini tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tertanggal 1 Januari 2020.
Maklumat itu dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan Bersam (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Indonesia dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220-4780/2020; M.HH 14.HH.05.05/2020; 690/2020; 264/2020; KB/3/XII/2020; 320/2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Untuk itu, guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan SKB, Azis mengeluarkan maklumat agar masyarakat tidak terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.
Kemudian masyarakat diminta segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan melanggar hukum.
"Mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI-Polri untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk / banner, atribut, pamflet dan hal lainnya terkait FPI," katanya.
Masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui situs internet maupun media sosial.
Kemudian apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat itu, maka setiap polisi wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan ataupun diskresi kepolisian.
Kemerdekaan Pers Terancam
Ada empat hal yang disampaikan dalam Maklumat Kapolri, salah satunya dinilai Komunitas Pers Indonesia tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi. Selain itu dinilai bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.
Maklumat yang dimaksud yaitu pada Pasal 2d yang isinya menyatakan: "Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."
Menyikapi maklumat di Pasal 2d, komunitas pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Pewarta Foto Indonesia, Forum Pemimpin Redaksi, Asosiasi Media Siber Indonesia, menyatakan:
Pertama, maklumat kapolri dalam Pasal 2d berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kedua, Pasal 2d dinilai mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
"Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran," yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 UU Pers," kata Ketua AJI Indonesia Abdul Manan.
Ketiga, mendesak Idham Azis mencabut Pasal 2d karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan UU Pers.
Keempat, mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh UU Pers.