Suara.com - Pegiat sosial Togu Simorangkir sebetulnya bisa saja memilih hidup mapan, tinggal di Jakarta. Bahkan ia bisa berkarir sebagai direktur sebuah NGO asing dengan gaji besar.
Melihat kesempatan itu terbuka lebar karena dirinya peraih gelar Master of Science bidang Primate Conservation di Oxford Brookes University, Inggris.
Namun, Togu ternyata lebih memilih jalannya sebagai aktivis sosial dan membangun sejumlah yayasan, salah satunya Yayasan Alusi Tao Toba. Sebuah gerakan inisiasi Togu yang memberi pendidikan kepada masyarakat, khususnya anak-anak di sekitaran Danau Toba.
Laki-laki kelahiran 44 tahun lalu ini bercerita bahwa dirinya pernah ditawari beasiswa S2 di Universitas Indonesia (UI), tapi ia tolak. Lantaran ia bermimpi berkuliah di luar negeri sejak masih kuliah di Universitas Nasional Jakarta.
Baca Juga: Ibu dan Ayah Jadi Inspirasi Togu Simorangkir Bangun Yayasan Sosial
"Dulu mau ditawarin S2 di UI, beasiswa, saya menolak karena memang mimpinya di luar negeri. Dan tujuan sebenarnya kenapa ingin kuliah di luar negeri adalah karena ingin lihat salju, " tutur Togu pada saat wawancara eklusif bersama Kontributor Suara.com Rin Hindryati.
Untungnya tak lama setelah itu, Togu kembali mendapat tawaran beasiswa kuliah di luar negeri. Mimpi Togu melihat salju pun terwujud.
"Dapat beasiswa dari Oxford Brookes University, karena mimpinya dulu waktu masih kuliah di Unas itu mau kuliah S2 di luar negeri adalah lihat salju. Itu mimpinya," jelas Togu.
Tak hanya itu, bahkan pendiri Yayasan Rumah Langit ini juga sempat ditawari untuk melanjutkan S3 di Cambridge University. Namun ia tolak, lantaran dirinya ingin pulang membangun daerahnya sendiri dan mimpinya melihat salju juga sudah tercapai.
"Iya, hanya karena pengen lihat salju. Makanya begitu di Oxford itu saya lihat salju dan ketika mau selesai saya ditawari S3 di Cambridge, saya enggak mau. Jadi saya memutuskan pulang ke Indonesia tepatnya ke Kalimantan dan pada saat itu juga saya ditawarin kerja di London," ceritanya.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Oxford Dapat Izin di Inggris, Jutaan Dosis Siap Diedarkan
Menurut Togu, ilmu dan pengalaman yang didapatnya selama berkuliah di Oxford ingin ia terapkan untuk mengembangkan konservasi orang utan di Indonesia.
"Jadi menurut saya memang kita harus punya kata cukup. Dan waktu itu, mencukupkan diri mengurusi orang utan. Waktu itu saya menjadi direktur Yayasan Orangutan Indonesia. Saya mencukupkan diri 7 tahun sebagai direktur dan saya men-deliver semua pekerjaan ke teman-teman yang lebih muda. Itu cukup," tambahnya.
Bahkan, kepulangan Togu ke tanah air juga didasari rasa sosialnya yang kuat untuk membangun desa, karena baginya desa adalah masa depan.
Togu juga diketahui menolak tawaran gaji besar di salah satu perusahaan Uni Eropa.
"Saya yakin bahwa di desa itulah masa depan. Bukan di kota besar. Masa depan itu ada di desa. Juga ada potensi yang bisa kita gali dan kita kembangkan. Dan ketika mau pulang, menolak pekerjaan dari Uni Eropa. Saya bilang saya mau pulang kampung, saya sudah bikin Yayasan Alusi Tao Toba. 'Terus lu digaji berapa di sana?' Enggak digaji. 'Terus lu makan apa?' Gua numpang sama emak gua. Jadi kayak-kayak gitu muncul," ujar Togu.