Setelah mendapatkan calon korban, Zaki akan mendekatinya dan memberikan sanjungan terhadap korban dan memaksa mereka untuk berbagi foto intim.
Foto-foto intim tersebut kemudian digunakan untuk memeras korban jika mereka tidak mau berhubungan seks dengannya, menurut tuduhan tersebut.
Dalam beberapa kasus, dia mengancam akan mengirim gambar yang tidak senonoh kepada anggota keluarga korban jika mereka menolak untuk berhubungan seks.
Zaki berasal dari keluarga kaya dan belajar di American International School, salah satu sekolah menengah atas swasta paling mahal di Mesir, dan American University di Kairo. Pejabat AUC mengatakan dia meninggalkan universitas pada 2018.
Kasus Zaki, kata para aktivis, menunjukkan bahwa misogini melintasi batas kelas yang mencolok di Mesir.
Pelecehan seksual adalah masalah mendasar di Mesir, di mana para korban juga harus melawan budaya konservatif yang biasanya mengaitkan kesucian perempuan dengan reputasi keluarga.
Di pengadilan, beban pembuktian terletak pada korban kejahatan semacam itu.
Parlemen Mesir pada Agustus menyetujui amandemen KUHP yang memberikan korban kekerasan seksual hak untuk tidak disebutkan namanya.
Momentum gerakan #MeToo baru-baru ini mengungkap kasus-kasus mengejutkan lainnya, diantaranya adalah dugaan pemerkosaan berkelompok pada tahun 2014 terhadap seorang wanita di sebuah hotel mewah di Kairo.
Baca Juga: Diduga Terlibat Pelecehan Seksual kepada Seorang Gadis, 7 Pria Ditangkap
Tuduhan pelecehan seksual juga telah muncul terhadap beberapa aktivis hak asasi dan jurnalis terkemuka, tetapi tuduhan tersebut belum sampai ke pengadilan.