Suara.com - Apu Sarker, pria berusia 22 tahun memiliki kondisi unik, yaitu lahir tanpa sidik jari. Rupanya Apu bukan orang pertama di keluarga mereka yang lahir dengan kasus langka seperti itu.
Menyadur BBC Selasa (29/12), kakeknya adalah orang pertama yang mampu ia ingat lahir tanpa sidik jari. Setelah itu secara berturut-turut ia dan ayahnya 'mewarisi' kondisi serupa.
Bagi generasi sang kakek, lahir tanpa sidik jari jelas tak mengubah gaya hidup. Ia tetap bisa menjalani kegiatan tanpa ada masalah. Namun hal berbeda terjadi pada generasi setelahnya, yaitu ayah Apu yang bernama Amal Sarker.
Pria ini terpaksa memiliki kartu karyawan 'gundul' dan bersusah payah mendapatkan paspor dan SIM tanpa sidik jari.
Baca Juga: Perkenalkan Ini Banami, Susu Pisang Lokal yang Kemasannya Unik Banget
"Saya sudah bayar biayanya, lulus ujian, tapi mereka tidak mengeluarkan izin mengemudi karena saya tidak bisa memberikan sidik jari," ujarnya.
Pada 2016, pemerintah Bangladesh mewajibkan warganya untuk mencocokkan sidik jari dengan database nasional untuk membeli kartu SIM telepon seluler dan keluarga Sarker lagi-lagi harus berurusan dengan sidik jari.
"Mereka bingung karena software terus membeku setiap saya meletakkan jari saya di sensor," kata Apu. Agar tetap bisa memiliki kartu SIM, kini semua anggota laki-laki dari keluarganya menggunakan kartu yang atas nama ibunya.
Amal Sarker merasa kasihan pada keturunannya akibat kondisi ini. Ia berusaha tak mengeluh ketika itu terjadi padanya, tapi perkembangan dunia saat ini membutuhkan sidik jari untuk banyak hal.
"(Sidik jari) tidak ada di tangan saya dan itu adalah sesuatu yang saya warisi, tapi cara saya dan anak-anak saya menghadapi segala macam masalah (berbeda), bagi saya ini sangat menyakitkan."
Baca Juga: Unik! Bayi Acungkan Jempol Dalam Rahim saat Di-USG, Mommy I'm Fine
Dokter kulit di Bangladesh mendiagnosis kondisi ini sebagai keratoderma palmoplantar bawaan yang berkembang menjadi Adermatoglyphia sekunder yaitu penyakit yang menyebabkan kulit kering dan berkurangnya keringat di telapak tangan dan kaki.
Kondisi ini pertama kali dilaporkan tahun 2007 ketika dokter kulit di Swiss, Peter Itin mendapat laporan dari keluarga yang tak bisa masuk ke Amerika karena tak punya sidik jari.
Sejak saat itu, dokter Itin menjuluki kondisi ini dengan sebutan 'immigration delay disease' karena membuat pasiennya kesulitan saat proses imigrasi.