Suara.com - Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti menegaskan bahwa kasus penembakan 6 Laskar FPI termasuk dalam pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
Pasalnya, menurut KontraS kepolisian secara wenang-wenang telah menembak 6 pengawal Habib Rizieq sampai berujung pada hilangnya nyawa.
Tidak hanya tergolong pelanggaran HAM saja, KontraS juga menyebut penembakan 6 Laskar FPI merupakan bentuk penghinaan terhadap proses hukum dan pengingkaran atas azas praduga tidak bersalah dalam pencarian keadilan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Fatia Maulidiyanti dalam acara diskusi bertajuk "FPI 6 NYAWA DAN KEMANUSIAAN KITA" Indonesia Leaders Talk, Jumat (25/12/2020) malam.
Baca Juga: Komnas HAM Ambil Dokumen Penunjang Investigasi Kematian 6 Laskar FPI
"Kontras melihat ini (pembunuhan 6 Laskar FPI) terang merupakan pelanggaran HAM, pelemahan terhadap hukum, dan mencelakai yang namanya praduga tidak bersalah," ungkap Fatia Maulidiyanti seperti dikutip Suara.com.
Fatia Maulidiyanti menerangkan, terdapat aspek yang membuat KontraS menilai kejadian itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM yakni dilakukan oleh institusi negara.
"Ini pelanggaran HAM karena adanya penembakan sewenang-wenang yang memang dilakukan oleh institusi negara melalui kepolisian," ujarnya.
Fatia Maulidiyanti kemudian menyoroti soal pembelaan kepolisian yang menyebut penembakan dilakukan sebagai upaya membela diri. Menurutnya, pembelaan itu merupakan keterangan sepihak yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Oleh sebab itu, Fatia Maulidiyanti mengatakan hal itu menjadi sebuah penghinaan tersendiri bagi proses hukum dan menciderai azas praduga tak bersalah.
Baca Juga: Usai Lakukan Ini, Komnas HAM Dapat Bukti Penting Tragedi 6 Laskar Rizieq
"Hukum seperti tidak berguna untuk melakukan pembuktian atas dugaan tindak pidana (penyerangan). Jadi, sebenarnya sudah tidak bisa adil karena sudah tidak bisa dibuktikan, karena orang-orangnya sudah dibunuh dan meninggal," kata Fatia Maulidiyanti.
"Mengapai akhirnya menjadi penghinaan bagi proses hukum itu sendiri? Karena dengan dibunuhnya orang ini tanpa ada proses hukum, maka ini mencelakai juga yang namanya praduga tak bersalah yang harusnya dimiliki terduga pelaku pelanggaran atau tindak pidana," lanjut dia.
Dalam kesempatan itu, Fatia Maulidiyanti juga mempertanyakan dalih pembelaan polisi dan alasan penembakan jarak dekat dengan target alat vital 6 Laskar FPI.
Fatia Maulidiyanti menyinggung soal Perkap Nomor 1 Tahun 2009 yang mengatur tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan di Korps Bhayangkara.
Menurut dia, seharusnya pihak kepolisian bukan menembak di bagian tubuh yang rawan membuat korban mati. Oleh sebab itu Fatia Maulidiyanti melihat ada penyelewengan senjata dalam kasus penembakan 6 Laskar FPI ini.
Penembakan 6 Laskar FPI Diusut Komnas HAM
Tim Penyelidikan Komnas HAM RI pada Rabu (23/12/2020) melihat dan memeriksa barang bukti berupa senjata api dan senjata tajam terkait peristiwa bentrokan yang melibatkan laskar FPI.
Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/12/2020), mengatakan pemeriksaan barang bukti itu dilakukan saat meminta keterangan dari Tim Bareskrim Polri meliputi Labfor dan Siber selama kurang lebih enam jam.
"Pengambilan keterangan tersebut dilakukan guna memperoleh keterangan, prosedur, metode serta substansi dari barang bukti," ujar Choirul Anam sebagaimana dilansir Antara.
Selain senjata api dan senjata tajam, Komnas HAM juga memeriksa gawai, pesan suara dan beberapa informasi terkait gawai almarhum laskar FPI yang disita oleh kepolisian.
Tim Penyelidikan Komnas HAM dikatakannya dalam waktu dekat juga mengupayakan pemeriksaan terhadap petugas kepolisian dan pendalaman terhadap saksi dari anggota FPI.
"Semoga pengambilan dan permintaan keterangan ini dapat dilakukan sesuai dengan jadwal. Komnas HAM RI menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas kerja sama selama ini, termasuk pihak FPI, kepolisian dan masyarakat," ujar Choirul Anam.