Suara.com - Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon meminta kasus korupsi bansos Covid-19 bisa diusut tuntas hingga akarnya.
Wasekjen Partai Demokrat itu berharap kasus korupsi yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari P. Batubara hingga menyeret putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka itu tak berakhir seperti kasus Harun Masiku.
Hal itu disampaikan oleh Jansen melalui akun Twitter miliknya @jansen_jsp.
Dalam cuitannya, ia mengomentari laporan investigasi salah satu media terkait kasus korupsi bansos Covid-19.
Baca Juga: Blak-blakan Gibran Sang Putra Presiden Soal Skandal Bansos Corona
"Semoga nasib kasus ini tidak sama dengan Masiku yang tak tuntas," kata Jansen seperti dikutip Suara.com, Selasa (22/12/2020).
Jansen menagih janji Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang akan menindak tegas kasus korupsi bansos.
"Ketua @KPK_RI sudah sampaikan akan menindak tegas korupsi bencana Covid-19," ujarnya.
Menurut Jansen, menegakkan keadilan memang bukanlah hal yang ringan dan mudah untuk dilakukan.
Ia berkeluh kesah mengenai stigma masyarakat yang menilai Partai Demokrat merupakan partai koruptor.
Baca Juga: Elite Demokrat Ingin Gibran Diperiksa, Politisi PDIP Beri Jawaban Telak
"Seperti kami terus dicap partai koruptor padahal yang kami lakukan sudah benar dengan tidak melindungi kader korupsi," ungkapnya.
Kasus Harun Masiku
Keberadaan eks Caleg PDI Perjuangan Harun Masiku yang terjerat kasus dugaan penyuapan kepada eks Ketua KPU Wahyu Setiawan hingga kini masih misterius.
KPK sebelumnya telah menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka terkait kasus suap PAW Anggota DPR RI. Meski telah berstatus tersangka, KPK belum bisa menemukan keberadaan Harun.
Dalam kasus ini, Harun diduga telah menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Selain itu, KPK juga dua tersangka lainnya, yakni Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.
Selama Harun menjadi buronan, ketiga tersangka sudah diadili.
Wahyu Setiawan divonis enam tahun penjara dengan denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan. Kemudian Agustiani Tio Fridelina divonis empat tahun penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan.
Terakhir, Saeful Bahri divonis satu tahun delapan bulan penjara denda Rp 150 juta serta subsider empat bulan kurungan.