Suara.com - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa meminta kepada seluruh kadernya agar tidak membuat konflik internal. Menurutnya, terlalu banyak intrik justru malah masyarakat yang rugi ke depannya.
Sebagai pimpinan PPP periode 2020-2025 yang terpilih secara aklamasi, Suharso mulai menata kekompakan seluruh kadernya. Salah satu yang diingatkannnya ialah soal konflik.
"Saya ingin sampaikan bahwa ke depan jangan pernah ada lagi, sekecil apa pun, peluang untuk kita berkonflik. Sekecil apa pun. Jangan kita biarkan," kata Suharso dalam pidatonya pada acara Penutupan Muktamar IX PPP yang disiarkan kanal YouTube Petiga TV, Minggu (20/12/2020).
Semisal muncul percikan-percikannya, Suharso harap bisa langsung diselesaikan. Ia tidak mau lagi melihat budaya kerja partai yang berkelompok.
Baca Juga: Tutup Muktamar IX PPP, Ini Pesan Wapres Ma'ruf Amin
"Misalnya, beberapa senior-senior kita suka juga melakukan kelompok-kelompok seperti itu padahal mereka juga bagian dari PPP. Tidak ada lagi cara-cara seperti itu menurut saya," ujarnya.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional itu, tujuan partai saat ini hanya satu ialah memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 atau menjadi salah satu pemenangnya.
Dari tujuan itu, Suharso kembali memberikan contoh. Semisal PPP menang di DPRD, pihaknya bakal pusing untuk menentukan sosok ketuanya apabila calon yang tersedianya lumayan banyak.
Saat pemilihan itu lah kemudian konflik-konflik kecil muncul.
"Untuk menentukan siapa yang duduk di situ enggak ada ketulusan di antara kita. Yang ada si fulan bin fulan, fulan ini, semua dan intrik yang ada," ujarnya.
Baca Juga: Cinta Partai Kakbah, Hamzah Haz Mau Pidato di Muktamar PPP Walau Sakit
"Apa yang terjadi, masyarakat yang dirugikan. APBD tertunda, kan itu menjadi sebuah pameran yang tidak baik buat partai," tambahnya.
Karena itu, Suharso meminta kepada seluruh kader untuk bisa mengantisipasi adanya konflik. Ia tidak mau nantinya malah timbul saling iri antar sesama kader hanya perihal jabatan yang diperolehnya.
"Mental kita mental pencundang. Saya tidak mau lagi itu. Ke depan, mental kita itu harus jadi mental pemenang. Harus jadi mental pemenang. Kita saling tulus, ikhlas, enggak usah wah kenapa dia, kenapa kok bukan saya, enggak ada itu, sudah lewat itu. Karena kita bicara sebagai korps, sebagai anggota partai, sebagai anggota Kakbah. Itu penting."