Suara.com - Aksi 1812 menuntut keadilan untuk Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang sedianya dilangsungkan pada Jumat (18/12/2020) siang kemarin, di sekitar Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat berakhir dengan bentrok.
Dikabarkan sebelumnya, aparat yang saat itu membubarkan secara paksa massa aksi 1812 yang sudah berkumpul.
Pengamat politik Rocky Gerung ikut mengomentari fenomena penghadangan massa aksi 1812 oleh aparat ini. Dia membenturkannya dengan demokrasi Indonesia yang menurutnya sudah mati semenjak era Pemerintahan Jokowi.
Rocky Gerung mengatakan, Presiden Jokowi tidak paham UU yang mengatur tentang tugas aparat melindungi aksi demonstrasi massa.
Baca Juga: Polisi Periksa 455 Massa Aksi 1812, 7 Orang Sudah Jadi Tersangka
Melihat fenomena penghadangan massa aksi 1812 itu, Rocky Gerung mencetuskan kata absurd.
"Presiden gak paham UU nomor 9 tahun 1998 pasal 13 yang mengatakan tugas polisi melindungi pengunjuk rasa bukan menghalangi. Pelajaran dari reformasi gak boleh unjuk rasa, maka kita paksa supaya ada perlindungan terhadap pengunjuk rasa. Tidak boleh dihalangi atau dihadang," ucap Rocky Gerung dikutip Suara.com dari tayangan yang diunggah lewat kanal YouTube miliknya, Sabtu (19/12/2020).
"Demo itu hak dasar dalam demokrasi maka pendemo dilindungi. Benar-benar absurd," sambungnya.
Kemudian Rocky Gerung berbicara soal demokrasi Indonesia yang diklaim olehnya sudah disorot oleh dunia.
Rocky Gerung mengatakan, dirinya beberapa kali sudah mendengar dari teman-teman asing perihal kecemasan melihat demokrasi Indonesia.
Baca Juga: Anggotanya Ditusuk Peserta Aksi 1812, Yusri Polda: Kami Cari Pelakunya
Menurut dia, para pengamat kini telah singgah di Indonesia bukan hanya untuk sekadar riset saja. Akan tetapi, Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia menjelma menjadi pusat kecemasan tentang masa depan demokrasi.
"Seluruh pengamat internasional itu ada di Jakarta krena Jakarta bukan hanya riset akademis. Tapi pusat kecemasan dunia tentang masa depan demkrasi. Itu saya dengar dari teman-teman asing," terang Rocky Gerung.
Oleh sebab itu, Rocky Gerung berharap para buzzer Istana dapat membantu membuka telinga Jokowi tentang lemahnya demokrasi.
Sebab, menurut Rocky Gerung kini Presiden Jokowi seolah seperti katak dalam tempurung.
"Itu harusnya yang diucapkan buzzer biar supaya presiden ngerti, biar dia gak seperti katak dalam tempurung soal pengetahuan kita diamati dunia internasional. Itu problem dunia, termasuk penanganan Covid-19. Kita ada mikroskop dunia yang sedang mengamati. Bakteri dalam demokrasi," tandasnya.
Sebelumnya, massa aksi 1812 dibubarkan secara paksa aparat setibanya di area Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Barat.
Massa dipukul mundur dengan alasan menciptakan kerumuman massa yang bisa menjadi medium penyebaran Covid-19.