Kemendikbud: Banyak Guru Gunakan Kekerasan untuk Bentuk Disiplin Siswa

Jum'at, 18 Desember 2020 | 14:24 WIB
Kemendikbud: Banyak Guru Gunakan Kekerasan untuk Bentuk Disiplin Siswa
Ilustrasi guru menganiaya muridnya. [Ist/Facebook]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Irjen Kemendikbud) Chatarina Muliana Girsang mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap siswa masih terjadi karena dianggap bentuk membangun kedisiplinan dan karakter anak.

Chatarina mengatakan pola pikir ini harus diubah karena kekerasan justru membuat anak menjadi trauma dan sulit berkembang, namun ini bukan hal yang mudah sebab sudah membudaya sejak lama.

"Adanya stigma kekerasan adalah bagian dari pendidikan. Tidak mudah menghapus budaya tersebut, apalagi guru-guru dan orang tua kita itu masih dididik yang menganggap kekerasan bagian dari pendidikan. Ini yang sulit, tidak semudah membalikkan telapak tangan" kata Chatarina dalam webinar Hak Atas Rasa Aman Dunia Pendidikan, Jumat (18/12/2020).

Dia menyebut kekerasan di sekolah biasanya bermula dari Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) alias ospek, bahkan ada beberapa kasus yang mengakibatkan kematian.

Baca Juga: Kematian Ganjil Tahanan Narkoba di Penjara Mapolres Tangsel, Ada Luka Bakar

"Harusnya dia mengenal lingkungan sekolah sebagai tempat yang happy bukan malah ketakutan. Ini dia stres dulu saat mau MPLS atau MOS, mereka dibuat yang aneh dari penampilan, lalu dibentak, disalahkan," jelasnya.

Chatarina mengungkapkan, enis-jenis kekerasan yang terjadi di sekolah juga antara lain; pelecehan, perundungan, penganiayaan, perkelahian, perpeloncoan, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, hingga kekerasan SARA.

"Anak-anak kadang menganggap itu bercanda padahal itu perundungan, saya jelaskan kepada anak itu kalau becanda itu harusnya membuat teman senang bukan sakit hati," tegasnya.

Kemendikbud kemudian meminta guru untuk berubah merangkul anak, tidak lagi menggunakan kekerasan dengan dalih membentuk kedisiplinan dan karakter anak.

"Guru itu harus bukan lagi bersifat superior kepada anak tetapi bagaimana membangunn kepercayaan anak kepada gurunya, sehingga anak itu bisa terbuka sebagaimana ke orang tuanya, guru adalah orang tua keduanya, sekolah adalah rumah kedua bagi anak," pungkas Chatarina.

Baca Juga: Emak-emak Aniaya Balita Gegara Merusak Tanaman Hias, Videonya Bikin Geram

Pemerintah daerah juga diminta untuk membentuk tim khusus dari pihak sekolah, orang tua, dan guru untuk mengawasi tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI