Suara.com - Pilkada Serentak 2020 diklaim pemerintah berjalan aman meski di tengah pandemi Covid-19.
Terkait itu, anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan dasar hukum penyelenggaraan pemilu yang sudah tersedia nyatanya belum didesain untuk bisa diadaptasikan terhadap beragam situasi, termasuk pandemi.
Titi menilai Undang-undang Pilkada Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada di tengah masa pandemi Covid-19 tidak sepenuhnya bisa disesuaikan dengan kondisi khusus. Karena itu, penyelenggaraan pilkada pun berjalan dengan kerangka hukum untuk situasi normal.
"Penyesuaian tata kelola pemilihan akhirnya hanya mengandalkan pada peraturan yang dibuat oleh penyelenggara pemilu," kata Titi dalam diskusi Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan secara virtual, Kamis (17/12/2020).
Baca Juga: Meski Pandemi COVID-19, KPU Pandeglang Sebut Partisipasi Pemilih Tinggi
Titi juga menemukan adanya ekspetasi publik yang tidak terwadahi oleh penyelenggara pemilu. Semisal soal ketegasan sanksi untuk pelanggatan protokol kesehatan Covid-19.
"Mangkanya kemudian ini di'spin' gitu ya ketika ada kerumunan lalu ditindak tegas menggunakan undang-undang umum akhirnya kemudian itu di'spin' isunya kenapa pilkada tidak dipindahkan," tuturnya.
Lebih lanjut, Titi juga mengkritik terkait nihilnya metode pemungutan suara khusus di tengah pandemi. Padahal negara-negara maju sudah memiliki beragam macam metode khusus untuk meminimalisir penularan virus.
Seperti misalnya mengirimkan suara melalui pos, menggelar pemungutan suara lebih awal ataupun penghitungan suara dengan mengandalkan teknologi.
"Nah, ini yang menjadi evaluasi mendasar. Sehingga ke depan UU Pilkada kita harus lebih didesain adaptif untuk mengantisipasi situasi pandemi," ungkapnya.
Baca Juga: Geliat Reseller yang Makin Produktif di Tengah Pandemi Covid-19
"Atau kalau dia kemudian ingin dibuat secara umum maka harus ada cantelan hukum yg memberikan akses kepada penyelanggara pemilihan untuk lebih leluasa mengatur teknis pemilihan di masa pandemi."