Kuatnya Politik Dinasti di Pilkada 2020 Justru Merusak Parpol Itu Sendiri

Rabu, 16 Desember 2020 | 05:43 WIB
Kuatnya Politik Dinasti di Pilkada 2020 Justru Merusak Parpol Itu Sendiri
[BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - The Indonesian Institute (TII) menyebut kuatnya politik dinasti dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Hal itu disebabkan terlihatnya calon-calon yang memiliki hubungan kekerabatan lebih unggul dari peserta lainnya berdasarkan hasil sementara rekapitulasi suara.

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono atau akrab disapa Anto melihat adanya indikasi politik dinasti dalam Pilkada 2020 menjadi instrumen guna melanggengkan kekuasaan di tingkat lokal. Itu bisa dilihat dari status calon kepala daerah yang unggul dalam rekapitulasi sementara.

Semisal saja calon yang unggul masih menjadi keluarga inti dari aktor politik yang memiliki kekuatan baik di daerah ataupun pusat.

"Seperti kepala daerah yang akan habis masa pemerintahannya, mantan kepala daerah, menteri dan presiden," kata Anto dalam diskusi The Indonesian Forum (TIF) secara daring, ditulis Rabu (16/12/2020).

Baca Juga: Sentil Dinasti Politik Jokowi, Netizen: Gibran-Bobby Dipilih Rakyat

Dari politik dinasti itu, menurutnya akan melahirkan oligarkisme, personalisme dan klientilisme. Tiga hal tersebut justru bakal menghambat proses konsolidasi dan pembangunan demokrasi di tingkat lokal.

Anto juga menganggap kalau praktik politik dinasti juga bakal melemahkan institusionalisasi partai politik lantaran adanya dominasi personal maupun sebagian elit.

"Konsekuensi kuatnya pengaruh elit dalam tubuh parpol akan menyebabkan rekuitmen politik hanya dikuasai oleh sekelompok orang," ujarnya.

"Hal ini pula lah yang melanggengkan budaya politik dinasti dalam organisasi dan kerja-kerja parpol," tambah Anto.

Agar budaya politik dinasti tidak berulang pada pilkada berikutnya, Andi memberikan catatan untuk penyelenggara pemilu.

Baca Juga: Rachland: Mulai Hari Ini, Pendukung Pakde Dilarang Nyinyir Dinasti Politik

Catatan itu diberikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) supaya bekerja lebih profesional, mengawasi aliran dana kampanye pasangan calon, terutama calon yang berasal dari keluarga petahana.

"Hal ini sangat penting untuk melakukan pengawasan terhadap aliran dana kampanye yang memanfaatkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)," katanya.

Kemudian, catatan lainnya untuk Bawaslu yang diminta untuk berkolaborasi dengan Kelompok Masyarakat Sipil guna mengawasi secara ketat mobilisasi perangkat birokrasi hingga perangkat desa.

"Ketiga, Bawaslu bersama Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) menjalankan perannya secara profesional dan tegas untuk penegakan aturan jika ditemukan pelanggaran," jelasnya.

"Pelanggaran tersebut misalnya berupa mobilisasi ASN, politik uang, hingga penggunaan isu SARA."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI