Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan atas nota pembelaan atau pledoi Brigjen Prasetijo Utomo selaku terdakwa surat jalan palsu.
Dalam surat replik yang dibacakan, JPU meminta majelis hakim untuk menolak pembelaan eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri tersebut.
JPU beralasan, tidak sepakat dengan seluruh dalil yang disampaikan oleh Prasetijo dalam pledoinya. Sebab, seluruh dalil yang disampaikan telah terbantah dengan keterangan saksi selama persidangan.
"Kami penuntut umum tidak sependapat. Dalil-dalil yang digunakan penasihat hukum tersebut keseluruhannya sudah dibantahkan berdasarkan keterangan saksi-saksi, terdakwa, dan bukti dipersidangan," ungkap Jaksa Yeni Trimulyani di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (15/12/2020) sore.
Baca Juga: Negosiasi Syarat Hapus DPO Djoko Tjandra, Dari Harga Rp25 M Hingga Rp10 M
JPU menyatakan, hal itu menjadi fakta hukum yang nantinya dapat menjadi pembuktian pasal yang didakwaan pada Prasetijo. Tak hanya itu, seluruh dalil yang disampaikan kuasa hukum hanya berpijak pada keterangan Prasetijo semata.
"Oleh karena itu kami tidak akan menangapinya secara mendalam dan tetap berpegangan pada fakta persidangan," sambung Jaksa Yeni.
Merujuk pada fakta hukum yang ada, JPU menyebut jika rangkaian tindak pidana pembuatan surat jalan palsu bukan kebetulan -- dan tidak ada peran jenderal bintang satu tersebut. Untuk itu, JPU tidak akan mengenyampingkan kebenaran dari fakta yang sesungguhnya.
Sejurus dengan hal tersebut, JPU tetap berpegang teguh pada tuntutan yang telah disapaikan pada persidangana sebelumnya. Dengan demikian, JPU meminta majelis hakim untuk menolak pembelaan Prasetijo dalam perkara surat jalan palsu.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini memohon agar kiranya majelis hakim menolak pembelaan yang diajukan tim penasihat hukum maupun yang diajukan terdakwa. Serta menjatuhkan putusan sebagaimana tercantum dalam surat pidana yang dibacakan," tutup Yeni.
Baca Juga: Djoko Tjandra Mau Status DPO Dihapus, Tommy Minta Bayaran Rp 25 Miliar
Dalam pembelaannya, Prasetijo menyebut dakwaan JPU tidak masuk akal dan mengada-ngada. Dakwaan yang dia maksud adalah menyembuyikan seorang buroan, yakni Djoko Tjandra.
"Tidak masuk akal dan mengada-ngada yang mulia, dakwaan yang menuduh saya menyembunyikan seorang buronan," kata dia di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (11/12/2020) pekan lalu.
Merujuk pada fakta persidangan, Prasetijo menyatakan jika Djoko Tjandra merupakan orang yang bebas dan tidak dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Alasan itu dia utarakan saat proses penerbitan surat jalan terhadap Djoko Tjandra berlangsung.
Prasetijo menyebut jika Djoko Tjandra dalam tanda bebas bisa melakukan sejumlah perbuatan. Mulai dari membuat KTP, paspor, hingga hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali dalam sengkarut urusan hukumnya.
Tak hanya itu, Prasetijo juga menyebut jika Djoko Tjandra tidak masuk dalam daftar DPO di Biro Pembinaan Operasional Polri. Dia juga mengaku tidak pernah menerima informasi terkait status DPO Djoko Tjandra dari pihak Kejaksaan maupun Imigrasi.
Prasetijo turut mengutip pernyataan Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly pada 27 Juli 2020 di kompleks DPR/MPR RI. Saat itu, sang menteri menyatakan jika Djoko Tjandra tidak berstatus buronan dan tidak masuk dalam red notice sejak 2014.
Sebelumnya, Prasetijo dituntut hukuman penjara dua tahun enam bulan dalam perkara surat jalan palsu. Tuntutan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020) lalu.
Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana terkait surat menyurat. Dia, dalam perkara ini terbukti menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP.
Tak hanya itu, Prasetijo juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara berlanjut berupa membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri. Hal tersebut merujuk pada Pasal 426 ayat 2 KUHP.
Bahkan, jenderal bintang satu itu juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan dengan menghancurkan barang bukti sebagaimana tertuang dalam Pasal 221 ayat 1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan hal-hal yang memberatkan Prasetijo dalam tuntutan tersebut. Pertama, Prasetijo berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.
Tak hanya itu, Prasetijo selaku aparat penegak hukum telah melanggar kewajiban jabatan yang diberikan kepadanya. Dalam perkara surat jalan palsu, saat itu Prasetijo masih menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Adapun JPU turut mengurai hal-hal yang meringankan Prasetijo dalam tuntutan. Faktor belum pernah menjalani hukuman atau melakukan tindak pidana sebelumnya yang menjadi pertimbangan JPU dalam menuntut jenderal bintang satu tersebut.