DPR Sorot Pemerintah Kebut Impor Vaksin Covid hingga RS buat Pre-order

Selasa, 15 Desember 2020 | 10:27 WIB
DPR Sorot Pemerintah Kebut Impor Vaksin Covid hingga RS buat Pre-order
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan kontainer berisi vaksin COVID-19 setibanya, di Kantor Pusat Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Senin (7/12/2020). Vaksin COVID-19 produksi perusahaan farmasi Sinovac, China tersebut disimpan dalam ruangan pendingin dengan suhu 2-8 derajat celcius, selanjutnya akan dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian mutu oleh tim dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bio Farma. [ANTARA FOTO/HO/Setpres-Muchlis Jr]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan terburu-buru dalam membil 1,2 juta vaksin Sinovac buatan China. Padahal, kata dia, uji klinis tahap III vaksin tersebut belum usai dan Badan POM yang juga belum mengeluarkan izin.

“Kenapa pemerintah terburu-buru mendatangkan vaksin jadi? Ada apa? Siapa yang berani menjamin selama proses menunggu data, vaksin tidak akan rusak? Bukankah proses penyimpanannya juga membutuhkan biaya?" kata Netty dalam keterangannya, Senin (15/12/2020).

Istri mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan alias Aher itu lalu mempertanyakan nasib vaksin Sinovac yang sudah kadung dibeli apabila kemudian tingkat efikasinya tidak memadai. Mengingat vaksin tersebut masih dalam tahap uji klinis.

"BPOM belum mengeluarkan Izin penggunaan darurat, tapi 1,2 juta vaksin sudah didatangkan ke tanah air. Pihak Sinovac sendiri belum mengeluarkan data efikasinya. Bagaimana nasib vaksin yang sudah tiba tersebut, jika ternyata hasil uji klinisnya tidak memadai?" kata Netty.

Baca Juga: Hits: Hampir Buta Gara-Gara Pencet Jerawat, Perdebatan Vaksin Covid-19

Atas kehadiran vaksin impor itu, Netty menyoroti sikap rumah sakit yang justru lebih dulu melakukan komersialisasi terhadap vaksin yang belum jelas keampuhannya dengan cara pre-order.

"Tingkat keampuhan, kebermanfaatan dan kehalalannya belum bisa dibuktikan. Kenapa sudah diiklankan? Bagaimana pemerintah mengatur ini?" tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI