Suara.com - Kuasa hukum Djoko Tjandra, Krisna Murti yakin majelis hakim akan mengabulkan nota pembelaan atau pledoi yang diajukan dalam perkara surat jalan palsu. Menurut dia, apa yang disampaikan Djoko Tjandra dalam pembelaaanya bisa jadi pertimbangan majelis hakim.
"Kami yakin pledoi kita tadi menjadi pertimbangan majelis, dan kami yakin dikabulkan," kata Krisna kepada wartawan, ditulis Sabtu (12/12/2020).
Krisna turut membantah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya. Dalam perkara ini, Djoko Tjandra dituntut hukuman penjara dua tahun karena terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut.
"Kami bantah dalam tuntutan jaksa yang mengatakan klien kami menginisiasi semua itu," sambungnya.
Baca Juga: Djoko Tjandra: Saya Korban Ketidakadilan di Negara yang Saya Cintai!
Tuntutan JPU terhadap Djoko Tjandra merujuk pada Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Krisna pun membantahnya karena Djoko Tjandra sama sekali tidak mengenal Brigjen Prasetijo Utomo -- yang juga terdakwa-- karena sedang berada di Negeri Jiran, Malaysia.
"Sementara klien kami berada di Malaysia, dan tidak mengenal Brigjen Pol Prasetijo," papar Krisna.
Pembelaan atau pledoi tersebut dibacakan langsung oleh Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Dalam pledoinya, Djoko Tjandra menyatakan jika ia bukan pelaku tindak pidana dalam kegiatan pembuatan surat jalan palsu. Dengan demikian, dia meminta agar dibebaskan dari tuntutan JPU.
"Saya bukanlah pelaku tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat sebagaimana surat tuntutan Penuntut Umum dan saya bukanlah pelaku tindak pidana pemakai surat palsu atau surat yang dipalsu sebagaimana Surat Dakwaan Penuntut Umum, sehingga harus dibebaskan," kata Djoko Tjanra di ruang sidang utama.
Baca Juga: Baca Pledoi di Sidang, Djoko Tjandra: Ini Jadi Titik Nadir Penderitaan Saya
Djoko Tjandra lantas menjelaskan maksud kepulangannya ke Tanah Air -- meski saat masih berstatus sebagai buronan. Alasannya, dia hendak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Atas kepentingan itu, dia meminta bantuan pada Anita Kolopaking -- yang juga terdakwa dalam perkara ini -- sebagai kuasa hukum. Tak hanya itu, dia turut meminta bantuan pada rekannya, Tommy Sumardi untuk mengurus kepulangannya ke Indonesia.
Namun, Djoko Tjandra mengklaim tidak mengetahui dengan siapa Anita dan Tommy mengurus hal-hal tersebut. Terpenting, dia bisa kembali ke Indonesia untuk mengajukan permohonan PK.
Sebelum pulang ke Indonesia, Djoko Tjandra menyebut tidak pernah bertemu --bahkan mengenal-- Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Dia menegaskan, hanya mengenal sosok Anita dan Tommy.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra menyebut jika ia "sudah jatuh tertimpa tangga". Perkara ini juga disebut Djoko Tjandra sebagai titik nadir penderitaan dia sebagai warga negara Indonesia.
Sebelumnya, Djoko Tjandra dituntut dua tahun penjara dalam perkara surat jalan palsu. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020) sore.
JPU menilai, Djoko Tjandra telah terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut. Hal tersebut merujuk pada Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, JPU menyebut jika eks buronan kasus cassie Bank Bali itu berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan. Hal itulah yang memberatkan Djoko Tjandra dalam tuntutan tersebut.
Sementara itu, JPU turut membeberkan hal-hal yang meringankan Djoko Tjandra dalam perkara ini. Faktor usia menjadi pertimbangan bagi Djoko Tjandra yang dituntut hukuman selama dua tahun.