Suara.com - Tim Kuasa Hukum terdakwa eks Sekretaris MA Nurhadi, Muhammad Rudjito menyebut bahwa saksi yang dihadirkan Jaksa dari KPK dalam sidang hanya untuk mencari kesalahan kliennya dalam mencari bukti dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
Hal itu disampaikan Rudjito, ketika mendengar kesaksian Amir Wijaya. Amir usai bersaksi untuk terdakwa Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono dalam perkara suap dan gratifikasi di MA di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jukat (11/12/2020).
"Konteksnya dengan kesaksian hari ini, KPK itu numpang untuk membuktikan TPPU. Predicate crime dari TPPU-nya yaitu membeli kebun sawit," ungkap Rudjito di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat.
Rudjito menyebut bahwa saksi Amir Wijaya, dalam kesaksiannya sama sekali tidak relevan dengan dakwaan yang telah disusus tim JPU. Kata, Rudjito bahwa jelas dalam dakwaan terhadap Nurhadi dan Rezky dalam perkara suap dan gratifikasi, bukan TPPU.
Baca Juga: Cekcok sama Saksi di Sidang, Nurhadi: Hebat, Bapak Siapa Bisa Ketemu Saya?
"Ini kan padahal dalam dakwaan soal kebun sawit itu tidak ada. Jadi KPK ini numpang untuk mencari-cari apakah ada predikat crime dalam perkara ini dalam konteksnya dengan TPPU," ujarnya.
"Yang sebetulnya saksi-saksi hari ini tidak relevan dengan Pasal 12 a atau Pasal 11 ataupun Pasal 12 B, karena ini berkaitan dengan suap, tapi ini engga ada kaitannya dengan suap," imbuhnya
Sebelumnya, Saksi Amir mengaku pernah bertemu dengan Nurhadi dalam pembelian sebuah lahan kebun sawit, di Padang Lawas, Sumatera Utara.
Jaksa KPK menanyakan proses penjualan kebun sawit milik Amir kepada Nurhadi untuk menantunya Rezky Herbiyono.
Kemudian, Jaksa kembali menanyakan Amir, berapa kesepakatan harga kebun sawit tersebut disepakati. Amir pun menjawab disepakati harga Rp15 miliar.
Baca Juga: Deal Rp 15 Miliar, Nurhadi Nego Harga Kebun Sawit di Kamar Hotel Arya Duta
"Ya. Sesudah turun tuh kami buat suatu kesepakatan. Prinsipnya udah deal kami buat satu kesepakatan ya soal harga sekian dan aset-aset apa termasuk truk honda danlain-lain total Rp 15 miliar," ucap Amir.
Selanjutnya, Amir mengaku ke Jakarta untuk proses akte penjualan kebun sawit. Ia, mengaku melakukan tanda tangan penyerahan kebun sawit itu bersama Rezky Herbiyono dan anak Nurhadi Rizki Aulia.
"Di suatu rumah, tapi saya enggak tahu itu jalan apa saya hanya dibawa mereka itu ke sana beserta notaris dan menantu pak Nurhadi berhadapan kami turun tanda tangan," tutur Amir.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum bahwa Nurhadi dan Rezky dijerat dalam kasus suap dan gratifikasi sejumlah perkara di Mahkamah Agung (MA) sejak tahun 2011-2016. Keduanya, didakwa menerima suap sebesar Rp45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra Soenjoto.
Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN).
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000.00. Uang gratifikasi itu, diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Nurhadi dan Riezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.