Suara.com - Djoko Tjandra melayangkan nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara surat jalan palsu. Dalam perkara ini, dia dituntut hukuman dua tahun penjara.
Eks buronan kasus cassie Bank Bali itu menyatakan, perkara yang merundungnya ini menjadi titik nadir penderitaan. Sebab, pria kelahiran 27 Agustus 1951 tersebut mendapuk diri sebagai korban atas ketidakadilan.
"Sejujurnya saya harus mengakui bahwa dengan perkara ini saya merasa seperti orang yang sudah jatuh dan ditimpa tangga pula. Ini menjadi titik nadir penderitaan saya sebagai warga negara Indonesia," kata Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (11/12/2020).
Djoko Tjandra menambahkan, dampak dari sengkarut kasusnya begitu signifikan. Pasalnya, dia masih memiliki tanggungan atas kelangsungan hidup keluarga.
Baca Juga: Hari Ini, Djoko Tjandra Cs Ajukan Pledoi soal Perkara Surat Jalan Palsu
"Saat ini saya masih memunyai tanggungan atas kelangsungan hidup keluarga saya," sambungnya.
Proses hukum yang kekinian masih berlangsung juga menjadi penghabat bagi Djoko Tjandra untuk menghabiskan waktu dengan anak-cucu di rumah. Bahkan, dia menyebut permasalah ini telah membebani ia dan keluarga secara psikologis.
"Ketidakadilan dalam permasalahan hukum ini sangat membebani saya dan keluarga secara psikologis," beber dia.
Dalam pledoinya, Djoko Tjandra menyatakan jika ia bukan pelaku tindak pidana dalam kegiatan pembuatan surat jalan palsu. Dengan demikian, dia meminta agar dibebaskan dari tuntutan JPU.
Djoko Tjandra lantas menjelaskan maksud kepulangannya ke Tanah Air -- meski saat masih berstatus sebagai buronan. Alasannya, dia hendak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor : 12/PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Baca Juga: Terkuak! Kesaksian Irjen Napoleon Soal Istilah 'Urusan Bintang 3'
Atas kepentingan itu, dia meminta bantuan pada Anita Kolopaking -- yang juga terdakwa dalam perkara ini -- sebagai kuasa hukum. Tak hanya itu, dia turut meminta bantuan pada rekannya, Tommy Sumardi untuk mengurus kepulangannya ke Indonesia.
Namun, Djoko Tjandra mengklaim tidak mengetahui dengan siapa Anita dan Tommy mengurus hal-hal tersebut. Terpenting, dia bisa kembali ke Indonesia untuk mengajukan permohonan PK.
Sebelum pulang ke Indonesia, Djoko Tjandra menyebut tidak pernah bertemu --bahkan mengenal-- Brigjen Prasetijo Utomo yang saat itu menjadi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Dia menegaskan, hanya mengenal sosok Anita dan Tommy.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra menyebut jika ia "sudah jatuh tertimpa tangga". Perkara ini juga disebut Djoko Tjandra sebagai titik nadir penderitaan dia sebagai warga negara Indonesia.
"Yang telah jadi korban miscarriage of justice, korban ketidakadilan, dan korban pelanggaran HAM di Negara Hukum Republik Indonesia yang saya cintai ini," papar Djoko Tjandra.
Dengan pembelaan itu, Djoko Tjandra berharap dewi fortuna menghampiri dirinya. Meski keadilan datang, dia menyebut masih menjadi korban ketidakadilan dan pelanggaran HAM.
Sebelumnya, Djoko Tjandra dituntut dua tahun penjara dalam perkara surat jalan palsu. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12/2020) sore.
JPU menilai, Djoko Tjandra telah terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut. Hal tersebut merujuk pada Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam pertimbangannya, JPU menyebut jika eks buronan kasus cassie Bank Bali itu berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan. Hal itulah yang memberatkan Djoko Tjandra dalam tuntutan tersebut.
Sementara itu, JPU turut membeberkan hal-hal yang meringankan Djoko Tjandra dalam perkara ini. Faktor usia menjadi pertimbangan bagi Djoko Tjandra yang dituntut hukuman selama dua tahun.