Suara.com - Perkara surat jalan palsu atas tiga terdakwa yakni Djoko Tjandra, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Kolopaking memasuki babak baru. Mereka mengajukan nota keberatan atau pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang dengan agenda pembacaan pledoi tersebut akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (11/12/2020) hari ini. Rencananya sidang akan berlangsung pukul 10.00 WIB.
"Sidang dengan agenda pembacaan pledoi akan berlangsung pukul 10.00 WIB," kata Jaksa Yeni Trimulyani saat dikonfirmasi.
Pembacaan Tuntutan
Baca Juga: Terkuak! Kesaksian Irjen Napoleon Soal Istilah 'Urusan Bintang 3'
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan itu berlangsung pada Jumat (4/12/2020) pekan lalu. Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), ketiganya dituntut hukuman penjara berbeda-beda.
Djoko Tjandra dituntut JPU dihukum dua tahun penjara dalam perkara ini. Eks buronan kasus cassie Bank Bali tersebut dinilai terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut.
"Menyatakan terdakwa Djoko Tjandra alias Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan telah terbukti melakukan tindak pidana menyuruh pemalsuan surat berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 263 ayat 1 kuhp jo pasal 56 ayat 1 ke 1 jo 64 ayat 1 KUHP," ucap Jaksa Yeni Trimulyani di ruang sidang utama.
Dalam pertimbangannya, JPU menyebut jika terdakwa Djoko Tjandra berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan. Hal itulah yang memberatkan Djoko Tjandra dalam tuntutan tersebut.
JPU turut membeberkan hal-hal yang meringankan Djoko Tjandra dalam perkara ini. Faktor usia menjadi pertimbangan bagi Djoko Tjandra yang dituntut hukuman selama dua tahun.
Baca Juga: Napoleon: Status Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Permanen Sejak 2019
"Hal yang meringankan terdakwa telah berusia lanjut," sambungnya.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra telah terbukti bersalah menyuruh melakukan tindak pidana memalsukan surat secara berlanjut. Hal tersebut merujuk pada Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kedua, JPU menuntut Brigjen Prasetijo Utomo dihukum penjara dua tahun enam bulan dalam perkara surat jalan palsu.
Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri itu terbukti melakukan tindak pidana terkait surat-menyurat.
Prasetijo, dalam perkara ini menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP.
Tak hanya itu, Prasetijo juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara berlanjut berupa membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri. Hal tersebut merujuk pada Pasal 426 ayat 2 KUHP.
Bahkan, jenderal bintang satu itu juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana menghalang-halangi penyidikan dengan menghancurkan barang bukti sebagaimana tertuang dalam Pasal 221 ayat 1 KUHP.
Dalam fakta persidangan sebelumnya, Prasetijo disebut memberi perintah pada anak buahnya, Kompol Johny Andrijanto, untuk membakar seluruh bukti surat—surat jalan, surat sehat, dan surat keterangan bebas Covid-19.
"Menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara 2 tahun 6 bulan," ungkap Yeni.
Tuntutan yang dijatuhkan terhadap Prasetijo sudah termasuk pemotongan masa tahanan. Diketahui, saat ini dia mendekam di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.
Dalam pertimbangannya, JPU membeberkan hal-hal yang memberatkan Prasetijo dalam tuntutan tersebut.
Pertama, Prasetijo berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.
Tak hanya itu, Prasetijo selaku aparat penegak hukum telah melanggar kewajiban jabatan yang diberikan kepadanya.
Dalam perkara surat jalan palsu, saat itu Prasetijo masih menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
"Bahwa terdakwa sebagai pejabat negara penegaka hukum telah melanggar kewajiban jabatan atau melakukan tindak pidana mengunakan kesempatannya yang diberikan kepadanya karena jabatannya," sambungnya.
Adapun JPU turut mengurai hal-hal yang meringankan Prasetijo dalam tuntutan.
Faktor belum pernah menjalani hukuman atau melakukan tindak pidana sebelumnya yang menjadi pertimbangan JPU dalam menuntut jenderal bintang satu tersebut.
"Hal yang meringankan, belum pernah dihukum," papar Yeni.
Ketiga, Anita Kolopaking dituntut dua tahun hukuman penjara oleh JPU.
Mantan kuasa hukum Djoko Tjandra tersebut terbukti melakukan tindak pidana terkait surat menyurat.
Dia, dalam perkara ini menyuruh, melakukan, hingga memalsukan surat secara berlanjut sebagaimana tertuang dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP jo Pasal 54 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Anita juga terbukti melepaskan atau memberikan pertolongan kepada orang yang ditahan atas putusan hakim sesuai Pasal 223 KUHP.
Dalam hal ini, orang yang dimaksud adalah Djoko Tjandra—saat sedang buron karena kasus cassie Bank Bali.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Anita Dewi Anggraini Kolopaking selama dua tahun," beber Yeni.
Yeni melanjutkan, tuntutan yang dijatuhan pada Anita sudah termasuk potongan masa penahanan.
Dalam perkara ini, Anita mendekam di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri.
"Dikurangi selama terdakwa ditahan," sambungnya.
Dalam pertimbangannya, JPU membeberkan hal-hal yang memberatkan Anita dalam tuntutan perkara surat jalan palsu ini.
Anita disebut berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.
Tak hanya itu, Anita selaku praktisi hukum justru melakukan tindak pidana melanggar hukum.
Dalam perkara ini, Anita sempat menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra dalam upaya pengajuan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Bahwa terdakwa sebagai seorang praktisi hukum, pengacara, yang mengerti hukum justru melakukan perbuatan melanggar hukum," jelasnya.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," tutup dia.
Sepakat Ajukan Pledoi
Merspons tuntutan JPU, kuasa hukum Djoko Tjandra akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
Kubu Djoko Tjandra nantinya akan menyanggah tuntutan JPU dalam sidang hari ini, Jumat (11/12/2020).
"Terhadap tuntutan yang dibacakan oleh JPU, kami akan sanggah semua dalam nota pembelaan atau pledoi kami," ungkap Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Krisna Murti.
Krisna mengungkapkan, kliennya tidak mengetahui keberadaan surat yang disebut palsu tersebut—yang salah satunya adalah surat keterangan bebas Covid-19.
Pasalnya, terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo mengatakan kepada Anita Kolopaking jika dia akan mengurus terkait masalah surat.
"Prasetijo lah yang mengatakan, ‘Semua diberesin’. Semua akan menjadi tanggung jawab dia terkait masalah surat itu. Klien kami tidak mengetahui keberadaan surat itu, isinya salah. Lihat saja tidak pernah, mana mungkin tahu isinya," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum Brigjen Prasetijo Utomo, Rolas Sijintak mengatakan, pledoi atas tuntutan itu akan diajukan pada Jumat (11/12/2020).
Dia melanjutkan, pledoi tersebut diajukan lantaran banyak fakta-fakta dalam persidangan yang tidak dimasukkan dalam tuntutan JPU.
"Karena kami lihat banyak fakta-fakta persidangan yang tidak dimasukkan dalam tuntutan Jaksa tersebut. Kita lihat minggu depan. Kami akan membuat pledoi," ucap Rolas.
Kuasa hukum Anita, Andri Putra Kusuma mengatakan, JPU tidak memperhatikan fakta-fakta dalam persidangan secara rinci.
Atas hal itu, kubu Anita akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi.
Andri mengatakan, seluruh sanggahan atas tuntutan JPU akan disampaikam dalam agenda pembacaan pledoi.
Kata dia, Anita akan memyampaikan pembelaan secara terpisah dengan kuasa hukum.
"Kami akan sampaikan semua dipledoi nanti. Tanggapan kami, pandangan kami terhadap bukti dan saksinya. Tentunya juga Bu Anita sendiri akan menyampaikan pembelaan, khusus untuk dirinya dalam pledoi secara terpisah dari kuasa hukum," jelas Andri.
Rangkaian Kasus
Kegiatan memalsukan surat ini bermula saat Djoko Tjandra—yang saat itu berstatus buronan kasus cassie Bank Bali—berkenalan dengan Anita Kolopaking di kantor Exchange lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Persamuhan itu berlangsung pada November 2019.
Saat itu, Djoko Tjandra berniat memakai jasa Anita Kolopaking untuk menjadi kuasa hukumnya.
Dia meminta bantuan pada Anita Kolopakaing untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Selanjutnya, pada bulan April 2020, Anita yang sudah menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra, mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, dia tidak menghadirkan kliennya selaku pihak pemohon.
Imbasnya, permohonan PK itu ditolak oleh pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keputusan itu merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2012.
Djoko Tjandra yang saat itu berada di luar negeri tidak ingin diketahui keberadaannya—bahkan nyalinya menciut karena takut dieksekusi.
Akhirnya, dia meminta Anita Kolopaking untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta dengan mengenalkan sosok Tommy Sumadi.
Tommy lantas mengenalkan Anita Kolopaking dengan sosok Brigjen Prasetijo Utomo.
Diketahui, sang jenderal bintang satu itu sedang menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Kepada Brigjen Prasetijo, Anita Kolopakaing berbincang soal kliennya yang hendak datang ke Ibu Kota.
Selanjutnya, Brigjen Prasetijo mengurus keperluan kedatangan Djoko Tjandra dengan membuat surat jalan, surat keterangan kesehatan, dan surat-surat lain terkait dengan pemeriksaan virus Covid-19.
Dalam hal ini, Djoko Tjandra direncanakan masuk ke Indonesia melalui Bandara Supadio di Pontianak. Dari tempat itu, dia akan menuju ke Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta menggunakan pesawat sewaan.