Suara.com - Siapa yang tidak kenal jalur Pantura (Pantai Utara Jawa)? Jalan raya yang menghubungkan Cilegon-Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi ini adalah primadona penduduk Jawa, terutama saat musim musim mudik tiba.
Namun, mungkin tak semua orang tahu bagaimana sejarah di balik pembangunan jalur yang memiliki nama resmi Jalan Nasional Rute 1 yang terbentang sejajar dengan pantai utara Jawa tersebut.
Endah Sri Hartatik dalam disertasi "Dari Jalan Pesisir Menjadi Jalan Raya Pantura" (Universitas Gadjah Mada, 2016) menuliskan bahwa jalur Pantura adalah transformasi dari Jalan Raya Pos.
Jalan Raya Pos merupakan jalur yang dibuat oleh Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah pada periode 1808-1811.
Inisiasi Daendels untuk membangun Jalan Raya Pos --yang awalnya untuk menghubungkan Buitenzorg (Bogor)-Karangsambung-- tertuang dalam Surat keputusan (SK) tertanggal 5 Mei 1808.
Deandels membuat Jalan Raya Pos karena terinspirasi Prancis yang memiliki infrastruktur jalan begitu rapih dalam menghubungkan 25 kota di Eropa. Dia juga terpesona oleh jalan trans-Nasional Paris-Amsterdam yang dilaluinya saat menghadap Kaisar Napoleon di Istana Tuileries, Paris.
Meskipun menghadirkan banyak manfaat, Jalan Raya Pos nyatanya dibangun dengan keringat dan darah para pekerja, terutama pekerja rodi yang berasal dari kaum pribumi.
Para pekerja tewas karena kelelahan dan diserang penyakit malaria lantaran iklim dan kondisi Jawa saat itu masih dipenuhi rawa dan hutan, sebagaimana diceritakan Pramoedya Ananta Toer dalam "Jalan Raya Pos Jalan Raya Daendels" (2005).
Pada pelaksanaannya, pembangunan jalan raya itu memang dibebankan kepada para bupati yang daerahnya dilewati jalan tersebut dan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja rodi.
Baca Juga: Sejarah Tanam Paksa, yang Membuat Masyarakat Pribumi Sengsara
Pembangunan yang melibatkan kekuasaan pemerintah daerah dilakukan atas dasar keterbatasan dana yang dibawa Daendels dari Kerajaan Belanda.