Baru Jokowi, Presiden Pertama RI yang Anak dan Menantu Jadi Wali Kota

Kamis, 10 Desember 2020 | 15:51 WIB
Baru Jokowi, Presiden Pertama RI yang Anak dan Menantu Jadi Wali Kota
Gibran-Teguh naik sepeda ke Kantor KPU Solo, Jumat (4/9/2020). (Solopos.com/Kurniawan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Berdasarkan hasil hitung cepat, anak dan menantu Presiden Joko Widodo memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Rabu (9/12/2020). Ini nantinya akan menjadikan Jokowi catat sejarah baru sebagai presiden pertama yang memiliki anak dan menantu wali kota. Gibran dan Bobby pun akan jadi wali kota pertama yang ayah serta martuanya seorang presiden.

Putra pertama Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bersama Teguh Prakosa memenangkan Pilwalkot Solo dari pasangan Bagyo Wahyono dan FX Supardjo (Bajo).

Lembaga survei Charta Politika memaparkan Gibran-Teguh meraih 87,15 persen suara unggul dari Bagyo-Supardjo hanya 12,85 persen suara.

Lalu lembaga survei Voxpoll Centre menyatakan Gibran-Teguh memperoleh 86,65 persen suara, sedangkan pasangan Bagyo-Supardjo hanya mendapatkan 13,34 persen suara.

Baca Juga: Pilkada Balikpapan, Rahmad Mas'ud-Thohari Aziz Unggul Melawan Kotak Kosong

Sementara itu, menantu Jokowi Bobby Nasution bersama Aulia Rachman unggul dari Akhyar Nasution dan Salman Alfarisi di Pilwalkot Medan.

Lembaga survei Charta Politika menunjukkan Bobby-Aulia merenggut 55,29 persen, sementara pasangan Akhyar-Salman memperoleh 44,71 persen.

Lalu lembaga survei Poltracking menyebut bahwa Bobby-Aulia meraih 54,12 persen sedangkan Akhyar-Salman hanya mendapat 45,88 persen suara.

Terakhir, lembaga survei Voxpol Center menunjukkan Bobby-Aulia lebih ulung 53,31 persen dari pasangan Akhyar-Salman yang hanya 46,68 persen suara.

Gibran dan Bobby sama-sama diusung oleh partai PDIP dalam penyelenggaraan Pilkada serentak tahun ini, beriringan dengan partai pengusung lainnya.

Baca Juga: Pilkada Pangkep: Yusran Lalogau-Syahban Sammana Unggul Versi Hitung Cepat

Diperkirakan hasil hitung resmi dari KPU tidak akan berbeda jauh dengan hasil hitung cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei tersebut.

Menanggapi isu kemenangannya, Gibran mengatakan tak akan melakukan selebrasi apa pun.

"Yang jelas kita tunggu dulu pengumuman resmi dari KPU," jelas Gibran pada BBC News Indonesia.

Diketahui Gibran jauh hari pernah membantah tudingan adanya dinasti politik pada dirinya.

"Pokoknya bapak (Jokowi) nggak pernah memaksa apa pun, nggak pernah mengarahkan harus ke sini, harus ke sana, nggak. Semuanya bebas. Semuanya, yang penting harus mandiri," kata Gibran pada BBC News Indonesia.

Hal itu juga ditanggapi oleh Bobby, menantu Presiden Jokowi. Dia akan menunggu hasil perhitungan resmi, seraya membeberkan rencananya dalam waktu dekat.

"Permasalahan Kota Medan di birokrasi ini akan benar-benar kita selesaikan. Dan di masyarakat yang dirasakan langsung, ini bagaimana ke depannya bisa langsung kita lakukan bersih-bersih karena korban dari banjir kota Medan masih ada," ujarnya Bobby untuk BBC News Indonesia.

Bobby turut beberapa kali membantah soal dinasti politik yang dikaitkan dengan pencalonan dirinya sebagai Wali Kota Medan.

"Ya bukan dinasti lah. Kita ingin berbuat di suatu daerah kita, tempat lahir kita di situ ya, saya rasa bukan dinasti lah," katanya pada BBC News Indonesia Februari lalu.

Ketika sudah resmi dilantik, masing-masing Gibran dan Bobby akan menjadi Wali Kota Solo dan Medan selama lima tahun hingga tahun 2025. Sedangkan Jokowi menjabat sebagai presiden sampai tahun 2024.

Dinasti Politik di Indonesia
Sejarah mencatat dinasti politik di Indonesi dimulai sejak anak dari Presiden Soekarno, Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden kelima.

Kemudian diikuti dengan kiprah anak Mega, Puan Maharani selaku Ketua DPR periode 2019-2024, serta ponakannya Puti Guntur Soekarno sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

Selain Soekarno, ada pula dinasti Soeharto mantan presiden kedua ini. Soeharto pernah mengangkat anaknya Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut sebagai Menteri Sosial tahun 1998.

Dinasti politik semacam ini juga berjamuran di kursi Kepala Daerah dan DPR.

"Jumlah kandidat yang berafiliasi di tahun 2015-2019 naik hampir tiga kali lipat. Tahun 2015 ada 52 kandidat dan ditahun 2020 naik sebanyak 146. Artinya akses masyarakat untuk merebut kekuasaan melalui pemilu terbatas, mengerucut pada orang dengan latarbelakang bisa jadi ketua partai, penguasa partai, afiliasi keluarga berpengaruh atau penguasa," jelas Ilmuan Politik Yoes C. Kenawas dalam sebuah wawancara.

"Kita harap akses masih luas dari semua kalangan, tapi tren 10 tahun terakhir berasal dari sumber suplai elit. Baik atau tidak mesti ditunggu dulu, kita terlalu fokus dengan politik dinasti. Fokus pada orang tertentu, takutnya bias," lanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI