Suara.com - Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai pemerintah menganggap remeh aksi pembantaian yang dilakukan kelompok teroris Mujahid Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora terhadap jemaat di Pos Pelayanan Lewonu, Sigi, Sulawesi Tengah, beberapa pekan lalu.
Menurut Usman, pemerintah menganggap kasus penyerangan di Sigi seolah persoalan kriminal biasa.
"Reaksi terhadap peristiwa Sigi memperlihatkan bahwa pemerintah menganggap remeh perkara itu, seolah-olah sekedar persoalan kriminal biasa," ujar Usman dalam diskusi Webinar "Evaluasi Akhir Tahun Isu HAM Era Jokowi & Kekerasan Negara", Rabu (9/12/2020).
Hal tersebut kata Usman terlihat dari pernyataan pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dan pejabat tinggi kepolisian yang membantah adanya pembakaran rumah ibadah.
Usman menyebut memang ada satu tempat yang merupakan rumah ibadah yang dibakar.
Baca Juga: AII: Tewasnya 6 Anggota FPI Tak Perlu Terjadi Jika Negara Tak Berlebihan
"Menkopolhukam, pejabat tinggi kepolisian memberikan pernyataan bahwa itu bukan rumah ibadah, tidak benar dikatakan ada pembakaran rumah ibadah, di Sigi yang kita lihat di sana itu benar-benar satu tempat yang dibakar dan merupakan rumah ibadah," tutur dia.
Karena itu, kata Usman terjadi perbedaan cara pandang antara pemerintah dan masyarakat terkait rumah ibadah.
Negara kata Usmah masih melihat perspektif legalistik yakni rumah ibadah harus memiliki izin bangunan.
"Nah perbedaan cara pandang kita dengan negara-negara seperti melihat rumah ibadah ini dalam perspektif yang sangat-
legalistik ,sangat postifivistkk, harus ada izin rumah ibadahnya dan seterusnya," tutur Usman.
Usman mengatakan seharusnya rumah ibadah bukan ditentukan berdasakan izin, namun ditentukan berdasarkan fungsi sosial.
Baca Juga: Penembakan 6 Laskar FPI, Amnesty Internasional: Komnas HAM Harus Ikut Usut
"Seharusnya rumah ibadah atau bukan itu ditentukan berdasarkan fungsi-fungsi sosial," katanya.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa pemerintah menyayangkan dan mengutuk keras atas terjadinya peristiwa yang menimbulkan korban jiwa tersebut. Menurutnya kejadian itu tidak bisa disebut sebagai gerakan keagamaan.
"Pemerintah menyesalkan dan mengutuk keras tindakan teror kekerasan dan kekejian yang dilakukan oleh kelompok teroris MIT. Dalam hal ini kelompok Ali Kalora dari MIT. Itu bukan gerakan keagamaan tapi gerakan kejahatan," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun Youtube Kemenko Polhukam, Senin (30/11/2020).
Untuk diketahui, aksi penyerangan terjadi di Desa Lemba Tongo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Jumat (27/11/2020).
Penyerangan itu dilakukan oleh kelomok Teroris MIT pimpinan Ali Kalora sekitar pukul 08.00 WITA.
Dalam insiden tersebut, empat orang tewas mengenaskan, diantaranya dipenggal dan satu dibakar.
Keempat korban teridentidikasi bernama Yasa, menantunya bernama Pinu dan dua anggota keluarga lain bernama Pedi dan Naka
Mereka merupakan anggota jemaat Pos Pelayanan Gereja Bala Keselamatan.
Tak hanya menghabisi nyawa satu keluarga di desa itu, Ali Kalora Cs juga membakar sejumlah rumah milik warga.
Kapolres Sigi AKBP Yoga Priyahutama menegaskan, ada tiga rumah warga yang dibakar oleh sekelompok teroris pimpinan Ali Kalora. Tidak ada gereja yang dibakar.