Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung memberikan tanggapannya terkait peristiwa penyerangan dan penembakan enam orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari lalu. Rocky menyebutkan ini merupakan kekacaun politik ditingkat makro yang seolah-olah dimanfaatkan untuk hal yang sifatnya mikro yaitu kasus Habib Rizieq Shihab.
Menurut Rocky negara harus memperlihatkan wajah beradabnya, bagaimana Komnas HAM bersikap dalam kejadian itu.
Dia turut menambahkan penelusuran intelejen serta hasil terkait tewasnya enam orang FPI tersebutlah yang ingin diketahui masyarakat dan sampai hari ini belum masyarakat dapatkan.
Rocky menyebutkan seharusnya operasi intelijen itu senyap, apabila sampai ketahuan, maka ada kekacauan koordinasi di dalam tim intelijen tersebut.
Baca Juga: Berbagai Kalangan Desak Penyebab Polisi Tembak Mati Laskar FPI Diungkap
"Terlihat bahwa berantakan koordinasi kekuasaan, berantakan koordinasi intelejen, berantakan kemampuan analisis dari Istana tehadap keadaan," jelas Rocky dalam unggahan video di Youtube Rocky Gerung Official berjudul '6 LASKAR FPI TEWAS! PEMERINTAH BISA TAK BERTAHAN LAMA' seperti dikutip Suara.com pada Rabu (9/12/2020).
Bagi Rocky, kejadian ini berakar dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil Pilpres yang berlanjut hingga sekarang. Menurut dia, ini membuat adanya benteng antara pemerintah dan oposisi.
"Kita belum bisa memulihkan keakraban berwarga negara. Seharusnya pejabat ada diatas masalah ini, sehingga keakraban berwarga negara bisa dipulihkan lagi," jelasnya.
Dalam video tersebut tampak Rocky menjelaskan bahwa Habib Rizieq Shihab adalah simbol perlawanan moral, walau sebagian melihat Habib Rizieq memiliki cacat moral dan Rocky membenarkan hal itu.
"Tapi Istana lebih banyak cacatnya, dibuktikan dengan ditangkapnya Mensos," tambah Rocky.
Baca Juga: Enam Pengikut Habib Rizieq Ditembak Mati Bukan Kasus Main-main
Pengamat politik yang vokal ini juga menyebutkan kejadian itu bentuk demoralisasi Istana yang dampaknya menimbulkan perkelahian antar warga negara, kemudian diselesaikan oleh aparat keamanan.
"Ini harusnya diselesaikan dengan cara melihat diluar prinsip politikus. Jadi karena terbawa dengan suasana politik, maka terbunuhlah enam korban. Semua standar SOP tidak dilakukan oleh kekuasaan. Nah, karena ketiadaan tuntunan SOP demokrasi itu maka aparat juga bisa sesukanya melakukan aktivitas diluar pakem," tutur Rocky.
Pada fenomena tersebut, Rocky menambahkan bahwa urusan HAM harus didahulukan, dikarenakan kejadian itu sudah masuk ke dalam forum internasional.
"Karena itulah Komnas HAM harus cepat-cepat melakukan pemetaan awal investigasi dari segi HAM. Istana harusnya menjadi muka disemua televisi, agar masyarakat tahu bahwa Istana aware terhadap peristiwa ini yang melibatkan tokoh yang sensitif," jelas Rocky.