Suara.com - NASA akan membeli debu dari bulan seharga satu hingga 15.000 dolar dari operasi yang akan dilakukan oleh sejumlah perusahaan.
Menyadur Al Jazeera, Jumat (4/12/20200 harga terendah tersebut dimaksudkan untuk menjadi preseden untuk eksploitasi sumber daya ruang angkasa di masa depan oleh sektor swasta.
Kontrak tersebut terbagi dengan Lunar Outpost of Golden, Colorado sebesar 1 dolar (Rp 14.000); ispace Jepang di Tokyo seharga 5.000 dolar (Rp 70 juta); ispace Europe of Luxembourg seharga 5.000 dolar (Rp 70 juta); dan Masten Space Systems of Mojave, California seharga 15.000 dolar (Rp 212,2 juta).
"Saya pikir sungguh luar biasa bahwa kami dapat membeli regolith bulan dari empat perusahaan dengan total 25.001 dolar (Rp 353,7 juta)," kata Phil McAlister, direktur Divisi Penerbangan Luar Angkasa Komersial NASA.
Baca Juga: Menanti Izin, Produsen Vaksin Covid-19 di AS Lakukan Persiapan Distribusi
Perusahaan berencana untuk melakukan pengumpulan selama misi tak berawak yang sudah dijadwalkan ke Bulan pada tahun 2022 dan 2023.
Perusahaan akan mengumpulkan sejumlah kecil tanah Bulan, yang dikenal sebagai regolith, dan memberikan citra kepada NASA tentang pengumpulan dan materi yang dikumpulkan.
Kepemilikan tanah bulan kemudian akan dialihkan ke NASA dan itu akan menjadi "satu-satunya milik NASA untuk digunakan oleh lembaga di bawah program Artemis".
Di bawah program tersebut, NASA berencana untuk mendaratkan manusia di Bulan pada tahun 2024 dan meletakkan dasar untuk eksplorasi berkelanjutan.
"Preseden adalah bagian yang sangat penting dari apa yang kita lakukan hari ini," kata Mike Gold, penjabat administrator asosiasi NASA untuk hubungan internasional dan antarlembaga.
Baca Juga: Dikira Rusa, Seorang Pemburu di Amerika Serikat Tembak Orang hingga Tewas
"Kami pikir sangat penting untuk menetapkan preseden yang dapat diekstraksi oleh entitas sektor swasta, dapat mengambil sumber daya ini, tetapi NASA dapat membeli dan memanfaatkannya untuk mendorong tidak hanya aktivitas NASA, tetapi era dinamis baru dari pengembangan publik dan swasta serta eksplorasi bulan." sambungnya.
Pelajaran apa pun yang didapat di Bulan akan sangat penting untuk misi ke Mars.
"Misi manusia ke Mars akan lebih menuntut dan menantang daripada operasi bulan, itulah mengapa sangat penting untuk belajar dari pengalaman kami di Bulan dan menerapkan pelajaran tersebut ke Mars," kata Gold.
AS berusaha untuk memberikan preseden karena saat ini tidak ada konsensus internasional tentang hak milik di luar angkasa.
China dan Rusia belum mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat tentang masalah ini.
Perjanjian Luar Angkasa 1967 tidak jelas tetapi menganggap luar angkasa "tidak tunduk pada perampasan nasional dengan klaim kedaulatan, melalui penggunaan atau pendudukan, atau dengan cara lain".