Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun angkat bicara perihal penangkapan Ustaz Maaher A-Thuwailibi alias Soni Ernata oleh Bareskrim Polri, Kamis (3/12/2020).
Refly Harun dalam hal ini menyinggung UU ITE yang sekarang banyak dipakai sebagai dalih mencokok orang.
Padahal awal mula pembuatan UU ITE tidak lain untuk mengontrol berbagai macam transaksi siber, agar tidak terjadi penipuan dan lain-lain.
"Lagi-lagi ada korban dari UU ITE ya informasi dan transaksi elektronik, UU yang sebenarnya dimaksudkan untuk mengontrol transasksi di dunia siber khususnya yang menggunakan dunia maya untuk menipu dan sebagainya," ujarnya dikutip Suara.com dari tayangan dalam Kanal YouTube Refly Harun.
Baca Juga: RESMI! Ustaz Maaher Ditahan karena Menghina Habib Luthfi Cantik
"Malah kemudian digunakan untuk mencokok orang-orang yang dianggap melakukan penghinaan, penyebaran kebencian, provokasi, dan sebagainnya. Korbannya sudah banyak, aktivis politik maupun aktivis dakwah," sambung dia.
Untuk penangkapan Ustaz Maaher sendiri, Refly Harun mengaku berada di tengah-tengah. Sebab dia lebih ingin berbicara soal peraturan dan penerapannya agar tetap ada kesamaan masyarakat dalam hukum dan pemerintahan.
Pasalnya, usai dicokoknya Ustaz Maaher kemudian muncul pertanyaan semacam itu, sejauh apa keadilan pemerintah kepada rakyatnya. Sebab, diskriminasi dan subjektifitas negara dinilai bisa datang kapan saja.
Refly Harun mengatakan, apabila kesamaan tidak diberikan hal itu bisa sangat berbahaya karena negara bisa sangat subjektif. Dia memberi contoh ada kasus serupa yang sama-sama ujaran kebencian tetapi perlakuannya berbeda karena satu dan lain hal.
"Ini bahaya, negara bisa subjektif. Ada yang diproses, ada yang tidak. Ini jadi persoalan karena kalau dijejer kasusnya satu demi satu, apa saja penghinaan?" tukas Refly Harun.
Baca Juga: Ustaz Maaher Minta Maaf, Jelaskan Maksud Habib Luthfi Cantik
"Kita lihat konten penghinaan A pelaku ditangkap terdakwa, dengan konten yang lain mungkin beda jauh lebih keras. Tapi karena konten yang lain tidak diadukan atau yang melakukan dilindungki kekuasaam atau orangnya besar, sehingga tidak berani, maka akan ada diskriminasi penegakan hukum. Apalagi ini delik aduan," sambungnya.
Lebih lanjut, Refly Harun menanyakan apakah Ustaz Maaher memang benar-benar perlu ditangkap. Sebab, menurutnya ada beberapa opsi lain yang bisa dilakukan sebelum itu.
Apabila Ustaz Maaher langsung dicokok dan dijatuhi hukum pidana, hal itu menandakan pemerintah campur tangan dalam konflik anak bangsa.
"Kalau saya pribadi, tetap saja apakah iya perlu ditangkap? Apakah tidak diperiksa baru dinyatakan tersangka. Kalau memang pantas, saya mengatakan apakah pendekatan tidak perdata saja. Kalau ada yang mengadu, tinggal direkonsiliasi," cetus Refly Harun.
"Ini ada pengaduan, bagaimana, apa mau saling memaafkan. Kalau langsung penangkapan, maka yang terjadi negara campur tangan dalam konflik sesama anak bangsa," lanjut dia.
Dalam kesempatan itu, Refly Harun juga menjelaskan tentang hukum pidana yang seharusnya melewati beberapa fase atau step lainnya.
"Kalau tangan negara ikut di dalam, menengahi tapi dengan hukum pidana. Kita tahu hukum pidana itu jalan terakhir, kalau upaya yang lain tidak bisa dilakukan, mendamaikan warga negara," ucap Refly Harun.
"Kalau tidak bisa ya perdata, tidak langsung pidana. Sayangnya step seperti itu tidak ada dan ada subjektifitas penegak hukum menangkap atau tidak menangkap," tandas Refly Harun.