Suara.com - Amerika Serikat akan memblokir impor kapas yang diduga dipanen dengan cara kerja paksa dari wilayah Xinjiang China.
Menyadur Channel News Asia, Kamis (3/12/2020) Beijing sejak lama mendapat kecaman dari internasional atas kebijakannya di wilayah yang kaya sumber daya tersebut.
Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan sebanyak satu juta orang Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp.
Pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS membuat sebuah kebijakan untuk menahan pengiriman kapas yang berasal dari Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang, sebuah kelompok paramiliter utama yang telah diberi sanksi oleh Departemen Keuangan AS.
Baca Juga: Temuan Terbaru, Kemungkinan Virus Corona Sudah Ada di AS Sejak Tahun Lalu
"Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tangan pemerintah Komunis China tidak akan ditoleransi oleh Presiden Trump dan rakyat Amerika Serikat," kata pejabat senior Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) Ken Cuccinelli.
"DHS memimpin penegakkan hukum untuk memastikan pelanggar hak asasi manusia, termasuk bisnis AS, tidak diizinkan untuk memanipulasi sistem kami untuk mendapatkan keuntungan dari kerja paksa," tambahnya.
Beijing menanggapi dengan menuduh Amerika Serikat mengarang "berita palsu yang disebut kerja paksa" dan berusaha "menindas bisnis Xinjiang".
"Tujuan mereka adalah untuk membatasi dan menindas pihak dan perusahaan terkait di China dan mengekang pembangunan China," kata juru bicara kementerian luar negeri Hua Chunying, Kamis.
Dia membantah adanya kerja paksa di Xinjiang, dengan mengatakan para pekerja di wilayah itu "memilih pekerjaan berdasarkan keinginan mereka sendiri".
Baca Juga: Tragis! Sempat Hilang, Influencer Alexis Ditemukan Tewas Telanjang
Xinjiang adalah pusat global untuk industri kapas, sebuah studi oleh kelompok tenaga kerja memperkirakan bahwa 20 persen garmen yang diimpor ke Amerika Serikat mengandung setidaknya beberapa benang dari wilayah tersebut.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan pada September bahwa produk-produk dari hasil kerja paksa di Xinjiang "sering berakhir di toko-toko dan rumah-rumah di Amerika Serikat".
Beijing dengan gigih mempertahankan kebijakannya di Xinjiang, di mana ia mengatakan program pelatihan, skema kerja, dan pendidikan yang lebih baik telah membantu membasmi ekstremisme.
Tetapi pejabat Keamanan Dalam Negeri AS menggambarkan pusat pelatihan di kawasan tersebut sebagai fasilitas yang dijalankan seperti "kamp konsentrasi".
Dewan Perwakilan Rakyat AS memberikan hampir suara bulat pada bulan September untuk melarang semua impor dari Xinjiang tetapi RUU tersebut belum lolos ke Senat.