Suara.com - Polisi mengungkap fakta baru dibalik kasus penyebaran video seruan jihad yang diselipkan dalam lantunan azan. Terkuak, bahwa pelaku penyebar video merupakan salah satu anggota grup WhatsApp Forum Muslim Cyber One (FMCO News).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan bahwa pelaku yang merupakan seorang pria berinisial H mengaku kali pertama memperoleh video azan Hayya Alal Jihad dari grup WhatsApp FMCO News. Selanjutnya, H secara masif menyebarkan video tersebut melalui akun Instagram miliknya @hashophasan.
"Pelaku tergabung ke dalam grup WhatsApp FMCO News, di mana di dalamnya terdapat unggahan video-video beberapa orang mengumandangkan azan yang diubah pada kalimat hayya 'alash sholah' diganti dengan 'hayya alal jihad' dengan disertakan kalimat-kalimat seruan untuk melakukan aksi jihad," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Dari hasil penyidikan sementara, diketahui bahwa H menyebarkan video provokatif tersebut sebanyak empat kali di akun Instagram @hashophasan. Dalam unggahannya, H turut menyebut nama Habib Bahar bin Smith.
Baca Juga: Penyebar Video Azan Hayya Alal Jihad Ditangkap, Profesinya Kurir Dokumen
"Pada tanggal 29 November 2020 pukul 22:19 WIB memposting empat video dengan narasi ”Ustaz Al-Ghifari Banten, ponpes Habib Bahar, pasuruan dan wilayah lain.. Semua #seruan #jihad #muslim", bebernya.
"Provokasi seolah-olah Indonesia sedang bertarung lawan musuh," imbuh Yusri.
Atas perbuatannya, H dijerat dengan Pasal 28 Juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 160 KUHP. Dia terancam hukuman penjara di atas lima tahun.
Teroris Arab
Sebuah video berisi seruan jihad yang diselipkan dalam lantunan azan sebelum beredar di media sosial. Usut punya usut kalimat hayya alal jihad itu sempat dipopulerkan oleh terdakwa terorisme di Arab Saudi.
Baca Juga: Kasus Dugaan Upaya Makar, Eggi Sudjana Mangkir Penuhi Panggilan Polisi
Kalimat Hayya Alal Jihad yang diselipkan dalam lantunan azan diketahui kali pertama dicetuskan oleh oposan garis keras pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Salah satu tokoh yang ikut memopulerkan kalimat "Hayya Alal Jihad" tersebut tidak lain adalah Salman Al-audah. Salman sendiri di Arab Saudi menjadi terdakwa terorisme.
Adapun kalimat "Hayya Alal Jihad" itu dipakai Salman Al-audan untuk melawan rezim pemerintah Arab Saudi.
Seperti dikutip dari Hops.id -- Jaringan Suara.com, Doktor UIN Syarif Hidayatullah, M. Ishom El Saha dalam artikel yang dimuat di Alif.id menyebutkan Salman Al-Audan lahir di Al Bashr, dekat kota Buraiha, Al Qassim, Arab Saudi pada 1955.
Salman Al-Audah dikenal sebagai ulama sejak mengawali karir sebagai Imam Besar Masjid Al Bashra.
Di masjid tersebut, dia menyampaikan ceramah agama seputar hadis yang ada dalam kitab Bulughul Maram. Salman Al-Audah mengulas hadis pada kitab tersebut dengan pendekatan madzhab Hambali.
Jiwa oposan Salman Al-Audah sendiri mulai terlihat saat dirinya mengkritik keras kebijakan Arab Saudi yang mendukung Amerika Serikat dalam Perang Teluk melawan Irak yang ingin menganeksasi Kuwait.
Dia menentang langkah pemerintah Arab Saudi dan mempertanyakan fatwa Bin Baz yang mendukung upaya penyerangan terhadap Irak tersebut.
Protes itu ternyata berbuntut panjang. Lantaran melawan kebijakan kerajaan, Salman Al-Audah ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan.
Lebih lanjut, M Isho juga mengatakan, sikap oposisinya tercermin pula dalam buku berjudul Hayya Alal Jihad.
Salman Al-Audah mengaku, dirinya butuh waktu 20 tahun untuk menuliskan pikirannya dalam buku tersebut.
Dalam bukunya itu, Salman Al-Audah mengkritik pandangan ulama Sunni yang menyebut jihad fisik sudah berakhir dan menyisakan jihad akbar yakni melawan hawa nafsu.
Salman Al-Audah tidak setuju dengan pendapat para Ulama Sunni lantaran dia yakin jihad fiik akan tetap ada sampai hari kiamat tiba. Ujungnya, Salman Al-Audah dilabeli wahabi sampai diseret ke penjara.
Selang beberapa tahun, sikap keras Salman Al-Audah yang beroposisi dengan Arab Saudi akhirnya melemah.
M. Ishom menuliskan, Salman Al-Audah mulai tunduk pada awal 2000-an. Oleh sebab itu, dia lalu ditawari posisi di Komisi Ifta' dan Mahkamah Syariah.
Akan tetapi, jabatan tersebut tidak berlangsung lama lantaran dia kembali menjadi oposisi kerajaan Arab Saudi.
Kabar terakhir, 2018 lalu Salman Al-Audah didakwa pengadilan dengan 37 dakwaan terkait terorisme.
Setahun sebelumnya, Salman ditahan aparat lantaran dituduh mendukung Qatar dan dituding melakukan spionase.