Benny Wenda Bikin Negara dalam Negara: Apakah Dia Berwenang?

Siswanto Suara.Com
Kamis, 03 Desember 2020 | 13:01 WIB
Benny Wenda Bikin Negara dalam Negara: Apakah Dia Berwenang?
Benny Wenda [Diilustrasikan dari foto oleh Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo menegaskan pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda tidak punya wewenang mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat.

"Tentunya, saudara Wenda ini tidak punya kewenangan untuk bisa deklarasikan kemerdekaan yang dia katakan sebagai negara di dalam negara yang berdaulat seperti Indonesia, dan tentu ini akan jadi perhatian karena merupakan pelanggaran terhadap sistem hukum di Indonesia," kata Agus Widjojo di gedung Lemhannas, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Dia menegaskan tidak ada satupun di dunia negara berdiri di dalam sebuah negara, maka yang dilakukan Benny Wenda merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum.

"Kalau ada pelanggaran, dia (Benny Wenda) akan dapat tindakan dari aparat penegak hukum," kata Agus dalam laporan Antara.

Pakar hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintahan sementara yang dibentuk oleh Benny Wenda tidak ada dasarnya di dalam hukum internasional.

Hikmahanto menilai kelompok separatis pro-Organisasi Papua Merdeka mendirikan pemerintahan tanpa kejelasan negara mana yang telah berdiri dan dimana lokasi dan kapan waktu deklarasi berdirinya negara tersebut.

"Dalam hukum internasional yang dikenal adalah pendirian sebuah negara, harus ada negara dahulu baru ada pemerintahan. Aneh bila yang dideklarasikan adalah pemerintahan sementara tanpa jelas negara mana yang diakui oleh masyarakat internasional," kata Hikmahanto.

Sedangkan negara-negara Pasifik yang selama ini menunjukkan dukungannya, kata dia, tidak dapat menjadi tolok ukur, karena negara tersebut tidak signifikan dalam pengakuan suatu negara.

Menurut Hikmahanto, pemerintah lebih baik mengabaikan berbagai manuver Ketua UMLWP tersebut. Bahkan bila perlu Polri melakukan penegakan hukum, mengingat hal tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan makar.

Ia menyebut mereka memanfaatkan momen 1 Desember yang oleh kelompok OPM selalu diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat, untuk mendeklarasikan pemerintahan sementara di wilayah negara Republik Indonesia pada Senin (1/12) yang lalu.

Sebelumnya, ULMWP mendeklarasikan pemerintahan sementara pada Selasa (1/12) dan menominasikan Benny Wenda, pemimpin yang diasingkan dan tinggal di Inggris, sebagai presiden.

Sejumlah anggota DPR meminta pemerintah memandang persoalan tersebut secara serius, antara lain agar jangan sampai apa yang terjadi dengan Timor Timur terulang lagi, sekaligus mengoreksi penanganan yang selama ini dilakukan terhadap Tanah Papua.

Baca Juga: Menunggu Komentar Jokowi Soal Pemerintahan Sementara Papua Barat

Istana menjawab

Dalam laporan Suara.com sebelumnya, Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodawardhani, mengatakan deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat tidak memenuhi kriteria pemerintahan yang sah menurut hukum internasional.

Bahkan, ULMWP dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai belligerent dalam kerangka hukum humaniter internasional.

Belligerent merupakan para pihak yang bersengketa dalam sebuah pertikaian bersenjata sehingga seluruh aktivitas harus tetap mengikuti hukum Indonesia.

Semua pihak diminta memahami bahwa hukum internasional telah mengatur definisi pemerintahan yang sah.

Baca Juga: Jokowi Diingatkan Punya Saingan Baru: Tak Ingin Papua seperti Timor Timur

Hukum kebiasaan internasional maupun berbagai preseden putusan pengadilan internasional telah menekankan bahwa pemerintahan yang sah adalah pemerintahan yang memiliki kendali efektif terhadap suatu wilayah.

"Dan hingga detik ini, satu-satunya entitas yang memiliki kendali atas Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat adalah Pemerintah Republik Indonesia," kata Jaleswari.

"Adanya administrasi pemerintahan Indonesia di Provinsi Papua dan Papua Barat yang dilakukan lewat proses demokratis, kapasitas menerapkan hukum nasional, pencatatan kependudukan, kemampuan penegakan hukum, dan unsur-unsur lain yang hanya bisa diterapkan oleh entitas pemerintah yang sah."

Itu sebabnya, Jaleswari menegaskan secara politik tindakan ULMWP merupakan tindakan melawan hukum nasional NKRI dan bisa ditindak sesuai hukum nasional yang berlaku di Indonesia.

"Berdasarkan argumentasi diatas, maka secara politik tindakan ULMWP ini dapat dianggap sebagai melawan hukum nasional NKRI dan dapat ditindak sesuai hukum nasional yang berlaku," katanya.

REKOMENDASI

TERKINI