Suara.com - Kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan mengirim petugas pemungutan suara ke dalam ruang isolasi pasien COVID-19 demi Pilkada 2020 dinilai berbahaya, pemilih punya hak untuk menolak.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof dr Hasbullah Thabrany menjelaskan KPU hanya berusaha memfasilitasi hak pilih pasien, namun pasien bisa menolak untuk mencoblos pada 9 Desember 2020 nanti.
"Hak pilih dapat ditolak, tidak ada kewajiban seseorang menggunakan hak pilih dan orang lain. KPU tidak punya hak memaksa seseorang menggunakan hak pilihnya," kata Prof Hasbullah saat dihubungi Suara.com, Kamis (3/12/2020).
Dia menegaskan, hak untuk sehat dan hidup lebih penting daripada hak pilih politik.
Baca Juga: KPU Masuk Ruang Isolasi Corona, Ahli: Hidup Lebih Penting dari Hak Pilih
"Hak kesehatan terancam karena prilaku orang lain yang mengancam keselematan pasien, maka orang lain yang tersebut (misal) petugas boleh ditolak. Hak sehat atau terhindar tertular penyakit COVID jauh lebih penting dari hak pilih," tuturnya.
Sebelumnya, KPU akan mengirimkan dua petugas didampingi dua saksi dengan mengenakan APD masuk ke bilik isolasi pasien COVID-19 demi memenuhi hak pilih pasien di Pilkada 9 Desember 2020 nanti.
Hal ini sudah diatur pula dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 6 tahun 2020, pasal 72 ayat 1 yang berbunyi:
Pemilih yang sedang menjalani Rawat Inap, Isolasi Mandiri dan/atau positif terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) berdasarkan data yang diperoleh dari perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di wilayah setempat, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang berdekatan dengan rumah sakit.
Baca Juga: Aktivitas di Sumut Akan Disetop 5 Menit untuk Doa Bersama pada 4 Desember