Suara.com - Twitter menangguhkan sebuah akun pendukung Kerajaan Thailand yang terhubung dengan ribuan akun serupa. Menyadur Independent Selasa (01/12), akun Twitterr ini menyebarkan postingan dukungan pada Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.
Akun ini diduga bagian dari kampanye informasi yang dirancang untuk memperkuat pro-monarki dan mendiskreditkan pihak yang dianggap lawan Kerajaan Thailand.
Akun Twitter bernama @jitarsa_school ini dibuat pada bulan September dan sudah memiliki lebih dari 48 ribu pengikut sebelum ditangguhkan.
Perwakilan Twitter mengatakan penangguhan ini sejalan dengan kebijakan perusahaan. "Akun Twitter ini ditangguhkan karena melanggar aturan tentang spam dan manipulasi platform" jelasnya pada hari Minggu.
Baca Juga: Susul Twitter, Spotify Uji Coba Fitur Story
Twitter sudah melakukan 'pembersihan' sejak bulan Oktober. Platform media sosial besutan Jack Dorsey ini telah menghapus 926 akun yang berkaitan dengan tantara Thailand karena dianggap melanggar kebijakan.
Informasi profil dari akun yang ditangguhkan menjelaskan tentang pelatihan orang-orang untuk program Relawan Kerajaan, yang dijalankan oleh Kerajaan Thailand.
Akun dengan konten yang sama juga ditemukan di Facebook dan diduga dioperasikan oleh oknum yang sama.
Kelompok Pemantauan Media Sosial Independen untuk Perdamaian, Saijai Liangpunsakul mengatakan Twitter hanya menghapus beberapa akun, tetapi masih banyak lagi yang beredar.
Pemimpin kelompok royalis Warong Dechgitvigrom, mengatakan ada lebih banyak pesan pro-monarki di Twitter karena para royalis menyadari kebutuhan untuk melawan pesan para pengunjuk rasa.
Baca Juga: Keberadaan Atlantis Diragukan, Jawaban Admin Twitter Ancol Jadi Sorotan
"Tagar pro-monarki adalah asli, lahir dari perasaan yang sebenarnya."
Baru-baru ini, otoritas Thailand memanggil beberapa pemimpin pro-demokrasi karena mengkritik perilaku Raja Thailand, gaya hidup dan pengeluaran selama protes pada bulan September dan Oktober.
Sementara itu, sebuah dokumen militer mengungkapkan rencana terorganisir untuk menargetkan "lawan" dan menyebarkan pesan pro-monarki di Twitter.
Dokumen itu menyebut 17.562 akun Twitter dijalankan oleh 9.743 perwira militer dibagi menjadi beberapa tim untuk mencuitkan tagar terkoordinasi, menyukai, me-retweet, dan saling follow agar terlihat seperti akun asli.