Bahaya, Indonesia Makin Banyak Bergantung pada China

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 30 November 2020 | 16:31 WIB
Bahaya, Indonesia Makin Banyak Bergantung pada China
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi berbicara dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan di Beijing pada 24 Oktober 2018. [AFP/Daisuke Suzuki]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sentimen anti-China ini tidak bisa dianggap sebelah mata saja. Pasalnya, salah satu kelompok teroris ISIS di Indonesia terus meluncurkan kampanye anti-China di media sosial mereka selama pandemi.

Pada saat yang sama, ketergantungan Indonesia pada China dapat menjadi bumerang karena berpotensi melukai prinsip politik luar negeri bebas dan aktif yang selalu menekankan netralitas dalam menerapkan kebijakan luar negerinya. Hal ini juga berpotensi menodai reputasi bangsa Indonesia dalam politik global karena tidak melaksanakan prinsip yang dianutnya.

Apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Indonesia harus mengurangi ketergantungannya pada China. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan diversifikasi kerja sama internasional.

Negara-negara Teluk yang kaya akan sumber minyak dunia bisa menjadi alternatif pilihan yang baik, terutama karena mereka juga telah lama mengincar untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Indonesia sebagai pengejawantahan kebijakan mereka yang diberi nama Look-East Policy.

Pada saat yang sama, pemerintah pun perlu memastikan bahwa keikutsertaan Indonesia pada proyek BRI China tidak mengalami kerugian seperti yang terjadi pada Sri Lanka.

Salah satu strategi untuk menghindari kemungkinan jebakan utang adalah dengan menegosiasi ulang dengan Cina mengenai syarat dan ketentuan proyek-proyek pembangunan infrastruktur tersebut.

Pemerintah Indonesia harus belajar dari Malaysia mengenai hal ini. Setelah dihadapkan pada pilihan untuk menegoisasi ulang atau membayar biaya penghentian proyek sekitar US$ 5,3 miliar, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, memutuskan untuk bernegoisasi dengan Beijing.

Pada akhirnya, Malaysia sukses membuat perjanjian ulang dengan total nilai biaya proyek yang dikurangi. Walau Malaysia masih perlu mengambil pinjaman dari bank China untuk mendanai proyek tersebut, tapi jumlahnya berkurang dari kesepakatan awal.

Pemerintah harus menyadari bahwa China sesungguhnya lebih membutuhkan Indonesia daripada sebaliknya. Hal ini karena Indonesia memegang posisi kunci yang sangat strategis dalam implementasi BRI. Proyek ambisius milik Cina tersebut harus melewati wilayah maritim Indonesia dan China tidak dapat merampungkan proyek tersebut tanpa melibatkan Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI