Suara.com - Indonesia semakin bergantung terhadap China dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dapat membawa akibat ekonomi dan politik yang negatif bagi negara ini.
Selama beberapa tahun terakhir, utang Indonesia ke China naik cukup signifikan. Selain itu, Indonesia mulai meningkatkan penggunaan mata uang Cina, Yuan, dalam transaksi luar negerinya.
Kedua hal tersebut menghadirkan risiko yang perlu diantisipasi Indonesia agar tidak mengalami kasus seperti Sri Lanka yang harus kehilangan mayoritas sahamnya di sebuah proyek pelabuhan karena gagal membayar utang kepada China.
Upaya membatasi ketergantungan terhadap China penting juga untuk menjaga posisi tawar Indonesia dalam mengamankan wilayah di sekitar perairan Laut Natuna yang selalu diklaim sebagai milik China.
Perkembangan hubungan bilateral antara Indonesia dan China
Selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, China telah menjadi salah satu investor terbesar Indonesia. Ini terlihat dari gencarnya pendanaan proyek-proyek infrastruktur berskala besar yang digalakkan oleh China di Indonesia sebagai bagian dari program Belt and Road Initiatives (BRI).
Pada peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia dan China yang jatuh pada tahun ini, kedua negara telah sepakat untuk saling memperluas ikatan yang terjalin tidak hanya di bidang investasi dan perdagangan, tapi juga di bidang budaya. Bahkan, kerja sama China dan Indonesia juga merambah ke sektor kesehatan.
China telah berjanji untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia dalam memerangi COVID-19, termasuk mendukung rencana untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi vaksin buatan China.
Peran China yang semakin kuat dalam perekonomian Indonesia membuat beberapa pengamat percaya bahwa Indonesia semakin bergantung pada Negeri Tirai Bambu tersebut.
Implikasi ekonomi