Suara.com - Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna yang kini menjadi tersangka, menentang tuduhan menerima suap Rp3,2 miliar dari pemilik Rumah Sakit Kasih Bunda, Cimahi, Jawa Barat, untuk perizinan pembangunan penambahan gedung RS.
"Ini semata-mata ketidaktahuan saya. Saya pikir tidak masuk pasal apa-apa karena proyek swasta. Saya dulunya kan di swasta, wiraswata. Jadi ini proyek swasta, jadi tidak mungkin di Cimahi ada suap perizinan sampai Rp3,2 miliar. Itu adalah sisa tagihan," kata Ajay di gedung KPK, hari ini.
"Nggak ada (fee). Saya dengan teman-teman saya membangun."
Bagi dia, uang yang diminta bukan bayaran, melainkan bagi hasil karena telah memenangkan tender pembangunan proyek swasta.
Baca Juga: Wali Kota Ajay dan Uang Rp3,2 Miliar
"Kurang lebihnya mungkin seperti itu. Ketidaktahuan saya. Betul (saya kurang baca)," kata Ajay.
Dugaan tersebut disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, hari ini.
Tahun 2019, RS Kasih Bunda Cimahi ingin menambah bangunan. Kemudian mereka mengajukan permohonan revisi Izin Mendirikan Bangunan kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Cimahi. Di situlah awal mulanya.
"Untuk mengurus perizinan pembangunan tersebut, HY selaku pemilik RS Kasih Bunda bertemu dengan AJM (Ajay) selaku wali kota Cimahi di salah satu restoran di Bandung. Pada pertemuan tersebut AJM diduga meminta sejumlah uang Rp3,2 miliar yaitu sebesar 10 % dari nilai RAB yang dikerjakan oleh subkontraktor pembangunan RSU KB senilai Rp32 miliar," kata dia.
Dikatakan, penyerahan uang disepakati secara bertahap melalui perantara dua orang, yakni CG sebagai perwakilan RS Kasih Bunda dan YR sebagai orang kepercayaan Ajay.
Baca Juga: Awal Mula Wali Kota Ajay Diduga Minta Rp3,2 M ke Pemilik RS Kasih Bunda
"Pemberian kepada AJM (Ajay) telah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,661 miliar dari kesepakatan Rp3,2 miliar," kata Firli.
Untuk menyamarkan pemberian uang kepada Ajay, pihak RS Kasih Bunda membuat rincian pembayaran dan kuitansi fiktif seolah-olah sebagai pembayaran, kata Firli.
Pemberian uang dilakukan sejak 6 Mei 2020. Pemberian yang terakhir pada tanggal 27 November 2020 sebesar Rp425 juta.
Firli menyatakan prihatin sudah tiga wali kota Cimahi terjerat kasus tindak pidana korupsi.
"KPK sungguh prihatin atas korupsi yang terus dilakukan para kepala daerah. Bahkan untuk Kota Cimahi telah tiga kepala daerahnya berturut-turut menjadi tersangka KPK. KPK berharap kejadian ini tidak akan terulang kembali," kata Firli.
Selain Ajay, Wali Kota Cimahi sebelumnya, yakni Itoc Tochija dan Atty Suharti juga pernah diproses KPK.
Ia mengatakan kepala daerah dipilih melalui proses demokrasi yang dipilih langsung oleh rakyat sehingga jangan mengkhianati amanah yang diberikan oleh rakyat.
Kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki sebagai amanah jabatan diharapkan membuat kebijakan yang semata-mata berfokus pada kesejahteraan warganya.
"Karenanya, jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memperkaya diri sendiri atau untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ujar Firli.
KPK mengharapkan apa yang dilakukan kepala daerah di Kota Cimahi yang menjadi tersangka kasus korupsi menjadi pelajaran bagi kepala daerah lainnya untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama.
"KPK mengapresiasi dan berterima kasih kepada masyarakat dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK. Undang-undang menjamin perlindungan terhadap pelapor tindak pidana korupsi," kata dia.