Suara.com - Djoko Tjandra mengaku sempat berada di sejumlah negara saat berstatus buronan kasus cassie Bank Bali. Negara-negara yang disinggahi Djoko Tjandra selama buroan di antaranya adalah Singapura, China, Papua Nugini dan Malaysia.
Hal tersebut diungkapkan Djoko Tjandra dalam sidang perkara penghapusan red notice di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Dalam persidangan, dia duduk sebagai saksi atas terdakwa Tommy Sumardi.
"Pertama saya di Singapura, dari Singapura terus China, karena ada usaha di China, Australia, Papua Nugini, dan Malaysia," kata Djoko Tjandra di ruang sidang, Kamis malam.
Tak hanya itu, Djoko Tjandra bercerita terkait upaya penghapusan status red notice-nya di Interpol Prancis.
Baca Juga: Sidang Djoko Tjandra, Terungkap Hubungan Senior - Junior di Polri
Dia mengaku, red notice atas namanya sudah terhapus di Interpol international sekitar 2014-2015. Saat itu, Djoko Tjandra bersembunyi di Singapura.
"Ada (upaya penghapusan red notice) itu terjadi pada tahun 2013 atau 2014, saya enggak ingat persis karena dasarnya adalah putusan PK nomor 12 adalah putusan yang ne bis in idem atau yang kita kenal di Inggris, double jeopoardy. Saya saat itu di Singapura," sambungnya.
Djoko Tjandra mengatakan, dia bertolak ke London, Inggris dan Paris, Prancis guna mengajukan case review ke pengadilan di Inggris. Hal itu berkaitan dengan putusan PK yang menjatuhkan hukuman 2 tahun.
"Di London dan Paris. Saya menge-point QC, QC itu queen consul jadi kalau setiap ada kasus QC akan review ini justified apa enggak masuk ke pengadilan, kemudian british law system, sehingga saya QC ada 8 QC yang saya apply, antara lain membahas Indonesian law QC, and expert in Asian Law and Human Right," jelasnya.
"(Hasilnya) finalnya di rilis, diangkat nama red notice saya dari Interpol. Putusannya international trial putus dan mengatakan red notice atas nama Djoko Tjandra harus diangkat," sambung dia.
Baca Juga: Red Notice Djoko Tjandra, Saksi Sebut Brigjen Prasetijo Bawa Barang ke TNCC
Tak hanya itu, Djoko Tjandra juga mengatakan mempunyai sejumlah bukti resmi dari Interpol terkait pencabutan red notice itu. Dengan demikian, dia mengklaim jika namanya sudah tidak ada di Interpol sejak sekitar tahun 2014 hingga 2015. Hanya saja, Djoko Tjandra tetap tidak bisa masuk ke Tanah Air. Sebab, status DPO masih tercatat di pihak Imigrasi.
"Tahun 2014 atau 2015 saya tidak pernah berupaya masuk ke Indonesia. Saya baru berupaya masuk ke Indonesia mulai 2019," beber Djoko Tjandra.