Suara.com - Jaksa penuntut umum menghadirkan seorang saksi bernama Basir Rifai, dalam sidang lanjutan perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra. Sosok tersebut merupakan pegawai harian lepas (PLH) di Bareskrim Polri.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Basir mengaku sempat diajak oleh terdakwa Brigjen Pol Prasetijo Utomo ke Gedung Trans-National Crime Center (TNCC) sebanyak dua kali. Pertama, hal tersebut terjadi pada 28 April 2020 dan selanjutnya pada 4 Mei 2020.
"Pernah, ke Gedung TNCC," kata Basir, Kamis (26/11/2020).
Pada ajakan pertama, Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri meminta Basir datang ke ruang kerjanya.
Baca Juga: Skandal Red Notice, Saksi Polri: Pak Prasetijo Bilang Kadivmu Dapat Banyak
Basir mengakui diminta membawa paper bag yang berisi hand sanitizer, masker dan satu ponsel milik Prasetijo.
"Bapak memanggil saya ke ruangan. Menyiapkan paper bag, 'persiapan saya mau turun, ayo ikut'. Dengan pasti saya melihat isi paper bag, isinya hand sanitizer, masker, sama satu handphone," sambungnya.
Tiba di gedung tersebut, Basir kemudian menyerahkan paper bag ke Prasetijo, tepatnya di depan lift khusus Kombes. Setelahnya, dia menuju lantai 11 Divisi Hubinter Polri menggunakan lift umum.
"Saya serahkan paper bag itu di depan lift kombes Gedung TNCC sebelum naik. Saya naik lift umum ke lantai 11 Divisi Hubinter Polri. Saya tidak tahu Pak Prasetijo ke mana," beber dia.
Selanjutnya, pada 4 Mei 2020 Basir kembali diajak Prasetijo ke Gedung TNCC. Kali ini, dia diminta membawa sebuah map berwarna biru dan mengantar sampai depan ruang kerja Napoleon.
Baca Juga: Saksi Akui Disuruh Brigjen Prasetijo Tulis Surat Djoko Tjandra Tak Bersalah
Setelah map biru tersebut diserahkan Basir, Prasetijo kemudian bergeser ke ruangan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo. Namun, saat hendak pulang, Basir melihat terdakwa Tommy Sumardi keluar dari ruang kerja Napoleon.
"Pada 4 Mei ke TNCC, seperti biasa persiapan, saya diminta membawa map warna biru. (Di TNCC) pak Prasetijo ke ruang Kadiv Hubinter lalu ke ruang Ses NCB. Pak Tommy Sumardi keluar dari ruang Kadiv Hubinter," papar Basir.
Tak lama, Basir, Prasetijo dan Tommy Sumardi turun menggunakan lift yang sama. Namun Basir tidak melihat map berwarna biru yang dia serahakan kepada Prasetijo.
"Waktu pulangnya tidak membawa lagi. Kalau pada bulan Mei turunnya sama-sama satu lift Kombes dengan Tommy Sumardi. Lalu pisah di lobi. Pak Tommy menaiki mobil sendiri," kata Basir.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.
Selanjutnya, Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kemudian, Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan, Tommy Sumardi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.