Kemudian, Dedi Mulyadi menyinggung adanya rapat 22 September yang membuatnya terbelalak. Pasalnya, saat itu Kementerian KKP berujar akan melakukan ekspor benih lobster untuk menekan penyelundupan.
Sayangnya, fakta yang ada justru sebaliknya. Penyelundupan masih tetap terjadi bahkan dimulai dari ranah formal atau pemilihan perusahaan pengekspor benih lobster.
"Dari sisi protes pada rapat 22 september, kita kagetnya dua. Pertama ekspor baby lobster untuk menekan penyelundupan. Faktanya penyelundupan tetap terjadi. Ada dua, informal cultural dan formal," terang Dedi Mulyadi.
"Penyelundupan formal itu yang dilakukan 14 perusahaan. Dokumen jumlahnya sekian, barang yang dikirim sekian karena melihat sudah dibuat ruang yang logis, memiliki dasar hukum yang kuat. 14 perusahaan ini kebangetan. Makanya kami cabut izinnya," lanjutnya.
Dedi Mulyadi kemudian menyinggung Vietnam yang menjadi kompetitor Indonesia dalam hal ekspor benih lobster.
"Vietnam kompetitor kita dalam produksi produk perikanan. Nah dia punya teknologi tapi tidak punya benih. Oleh kita dikirimi benih dalam legal maupun ilegal. Apa dampaknya? Vietnam ekspornya melonjak tajam," tukas Dedi Mulyadi.